Site icon Daerahkita

Banjir Kota Pekalongan Belum Surut, Perahu Mondar-mandir di Jalanan

Kota Pekalongan – Banjir di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, hingga saat ini belum surut. Perahu nelayan pun mondar-mandir di jalanan Kota Pekalongan sebagai alat transportasi andalan warga terdampak banjir.

Pantauan detikcom di Jalan Kusuma Bangsa, Kota Pekalongan, Minggu (21/2), tidak tampak motor ataupun mobil yang lalu-lalang. Banjir setinggi sekitar 50 sentimeter lebih membuat alat transportasi warga di Pekalongan Utara berganti yang semula kendaraan bermotor kini jadi perahu nelayan.

Para penyedia jasa perahu nelayan pun tidak menentukan tarif. Mereka menerima upah seikhlasnya dari warga yang menggunakan jasanya.

Perahu nelayan ini kebanyakan tidak bermesin. Perahu bergerak dengan ditarik atau didorong orang. Mereka berjalan mendorong perahu sejauh sekitar 2,5 km dengan menerobos air banjir yang tingginya bervariasi.

“Sudah empat belas hari saya seperti ini. Melayani warga untuk angkut orang atau barang. Sebelumnya perahu ini saya gunakan untuk angkut barang di sungai,” kata salah satu penyedia jasa perahu, Ghofur (40), saat ditemui detikcom di lokasi banjir Kota Pekalongan, Minggu (21/2/2021).

“Sejak pagi saya sudah bolak-balik lima kali. Kita berjalan 2,5 kilo. Kalau upahnya, ya kita tidak ada tarif, seikhlasnya penumpang saja,” imbuhnya.

Ghofur dengan perahunya tidak sendirian, ada sekitar 20 lebih perahu nelayan lain yang melayani jasa transportasi bagi warga terdampak banjir.

Banjir di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, hingga saat ini belum surut, Minggu (21/2/2021). Perahu nelayan mondar-mandir di jalanan sebagai alat transportasi andalan warga terdampak.
Banjir di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, hingga saat ini belum surut, Minggu (21/2/2021). Perahu nelayan mondar-mandir di jalanan sebagai alat transportasi andalan warga terdampak. Foto: Robby Bernardi/detikcom

“Saya tidak bekerja. Karena PHK (dampak pandemi Corona). Saya gunakan perahu yang tidak terpakai, untuk mencari rezeki. Biasanya nanti bagi hasil,” kata Santoso (25), penyedia jasa perahu lainnya.

Santoso juga tidak menetapkan tarif bagi warga terdampak banjir yang memanfaatkan jasa perahunya. Dalam sehari, dirinya bisa mengumpulkan uang sekitar Rp 200 ribu.

“Terserah berapa mau bayar. Kita juga niatnya menolong. Kita diberi empat ribu, lima ribu, kita terima juga. Ada yang ngasih dua puluh ribu, alhamdulillah,” kata Santoso.

“Kita bagi dengan tim dulu. Satu tim biasanya dua atau tiga orang. Baru setelah itu ke pemilik perahu,” imbuh Santoso.

Sementara itu, salah satu warga terdampak banjir di Kota Pekalongan, Sri Yanti (31), mengaku merasa terbantu dengan adanya jasa perahu ini. Sri mengaku kebanyakan warga di wilayahnya yakni di Panjang Wetan, memang tidak mengungsi meski banjir belum juga surut.

“Saya biasanya menggunakan dua hari sekali. Setiap naik saya kasih lima ribu. Saya naik karena untuk belanja,” kata Sri Yati saat ditemui, hari ini.

“Saya tidak mengungsi sejak banjir pertama. Soalnya saya miliki bayi, di pengungsian berdesak-desakan,” lanjutnya.

Menurutnya, saat ini ketinggian banjir di depan rumahnya sudah mencapai 50 sentimeter lebih.

“Kalau depan rumah memang sudah tinggi dan tidak surut. Namun air masuk rumah saya 30 cm. Kasur masih aman, makanya kita tidak mengungsi,” katanya.

Karena itu, dirinya dua hari sekali keluar rumah untuk membeli perbekalan. “Untuk memasak. Jatah makan (warga terdampak banjir) tidak sampai ke rumah, tidak seperti dulu,” imbuhnya.

(rih/rih)

Exit mobile version