Yogyakarta – Sejumlah orang yang mengatasnamakan diri Front Perjuangan Rakyat menggelar aksi peringatan Hari Perempuan Internasional, di depan gerbang masuk Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hari ini. Aksi ini sempat diwarnai ricuh antara massa aksi dengan warga.
Orasi untuk memperingati Hari Perempuan Internasional ini sempat memicu gesekan antara massa dengan warga setempat karena digelar di sekitar kawasan Malioboro. Setelah selesai membacakan orasi terkait kekecewaannya terhadap rezim Jokowi-Ma’ruf, massa lalu membubarkan diri dengan tertib.
Salah seorang peserta aksi yang terlibat gesekan yakni Arif (20) mengatakan awalnya massa aksi FPR datang, semua peserta aksi mengenakan masker. Sesampainya di depan kantor Gubernur DIY pihaknya mengaku mendapat tindakan represif dari warga.
“Dipukul tanpa alasan yang jelas sambil teriak pandemi-pandemi. Saya berusaha melindungi kepala saja. Ada 3-5 orang yang mukul saya,” kata Arif saat ditemui wartawan di lokasi aksi, Jalan Suryatmajan, Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta, Senin (8/3/2021).
Baca juga :Â Menko PMK Sebut Efektivitas Plasma Konvalesen untuk Pasien COVID-19 hingga 100%
Dia mengakui ikut aksi tersebut dalam rangka Hari Perempuan Internasional. Dia menduga ricuh ini karena adanya Pergub Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka yang mengatur soal pembatasan demo.
“Ya itu mungkin dari Pergub mungkin. Karena demokrasi hal paling mutlak dan demokrasi dilindungi negara dan ini merupakan hak asasi manusia. Setiap manusia harus bisa menyampaikan pendapatnya tanpa gangguan atau diskriminasi kekerasan dari pihak manapun,” terang Arif.
Suasana saat aksi damai memperingati Hari Perempuan Internasional di depan kantor Gubernur DIY, Senin (8/3/2021) (Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom)
|
Sementara itu, salah satu warga yang turut mengadang peserta unjuk rasa, yakni Heru mengungkapkan jika warga menolak adanya kegiatan bersifat demo di kawasan Malioboro. Pasalnya hal tersebut dikhawatirkan bisa mengganggu kenyamanan wisatawan.
“Kalau dari keinginan mencari nafkah susah. Kalau demo-demo wisatawan kan takut, logikanya gitu aja. Apalagi dalam kondisi saat ini cari nafkah susah, jadi mbok jangan neko-neko, wisatawan itu takut kalau ada demo,” ucap Heru.
Dimintai konfirmasi terpisah, Kepala Seksi Pengendalian dan Operasional Satpol PP DIY Edi Hartono mengatakan pihaknya mempersilakan kegiatan demo. Namun dengan catatan penerapan protokol kesehatan, terlebih di masa pandemi virus Corona ini. Demo akhirnya berakhir pada sekitar pukul 16.30 WIB.
“Kami persilakan 10 orang untuk menjaga protokol kesehatan. Kalau masuk tidak kami izinkan namun kalau di depan menyampaikan aspirasi monggo 10 menit. Surat izin masuk ke Kantor Gubernur itu tidak ada,” kata Edi.
Edi mengakui warga sempat menolak adanya aksi penyampaian aspirasi karena sedang masa pandemi virus Corona dan sedang pelaksanaan pengetatan terbatas kegiatan masyarakat (PTKM) mikro. Pihaknya mengimbau agar aspirasi tetap tersampaikan namun tetap menghormati warga lainnya.
“Akhirnya damai, dari warga diantisipasi artinya boleh menyampaikan aspirasi di sini. Hanya 10 orang akhirnya karena pandemi sehingga tidak berkerumun, jadi perwakilan saja,” ucapnya.
(ams/sip)