Site icon Daerahkita

Polisi Bongkar Pinjaman Online Ilegal Dikendalikan WNA Tiongkok

Jakarta, IDN Times – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membongkar sindikat pinjaman online dengan aplikasi bernama ‘Rp Cepat’. Aplikasi ilegal ini sudah beroperasi selama empat tahun sejak 2018.

Di Indonesia, aplikasi ini dioperasikan oleh tujuh orang. Lima orang berhasil ditangkap dan dijadikan tersangka, sementara dua lainnya masih buron.

“Menariknya adalah penipuan melalui pinjol (pinjaman online) ini diduga dikendalikan WNA asal Tiongkok dan saat ini tentunya penyidik juga akan memburu pelaku tersebut,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/6/2021).
 

1. Pinjam Rp1,75 juta, cair hanya Rp250 ribu

Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pindana Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan menjelaskan, terungkapnya pinjaman online ilegal ini berawal dari laporan warga yang menjadi korban penipuan. Korban meminjam Rp1,75 juta namun hanya cair Rp250 ribu.

“Tak sesuai dengan promosinya. Pinjol tak terdaftar di OJK,” ucap Whisnu.

Selain uang yang cair hanya sedikit, para korban juga diteror hingga difitnah dengan cara semua nomor kontak yang tersimpan di HP korban dihubungi oleh pinjaman online.

“Bahkan beberapa korban yang meminjam uang beberapa ribu saja diteror dengan foto-foto vulgar, info ke teman-teman, keluarga, bahkan ada yang stres akibat pinjaman yang tidak benar ini,” kata Whisnu.

3. Polri imbau masyarakat berhati-hati memakai pinjol

Dari peristiwa ini, Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengimbau masyarakat untuk berhati-hati menggunakan layanan pinjaman online. Masyarakat harus memperhatikan aspek legalitas dan logis.

“Ada iming-iming pinjaman murah dengan bunga rendah ternyata tidak, sehingga banyak korban penipuan. Banyak aplikasi pinjol yang merupakan tindakan melanggar akses, sehingga kita tiba-tiba diberi SMS untuk melakukan pinjol,” kata Ramadhan.

Atas perbuatannya, kelima tersangka berinisial E, R, B, C, dan S ditangkap. Mereka dijerat Pasal 32 juncto (jo) Pasal 48 UU No. 11 Tahun 2008 Juncto UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Pasal 368 KUHP tentang pengancaman perusahaan fintech.

Exit mobile version