Lombok – Kemendikbud sedang mempersiapkan insentif tambahan untuk guru yang ditempatkan di daerah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T). Rencan dipastikan Menteri Nadiem Makarim tak mengurangi tunjangan daerah khusus yang selama ini disebut sudah berjalan.
“Kami melihat ke depannya apalagi yang bisa dilakukan agar guru-guru dan kepala sekolah mau pindah ke daerah-daerah yang perlu guru,” ujarnya saat melihat pembelajaran tatap muka di SD Negeri Dasan Baru, Kabupaten Lombok Tengah, NTB, Kamis 7 Oktober 2021.
Selain tambahan insentif, kementerian juga disebutnya membuka formasi guru penempatan daerah 3T. Menurut Nadiem, ada kesenjangan jumlah orang yang mau mengajar dengan jumlah kebutuhan guru di daerah 3T. “Kita tidak bisa memaksakan guru mau lokasi di mana, tapi ada kesenjangan jumlah orang yang mau di situ dengan jumlah kebutuhan,” katanya.
Di satu sisi janjikan insentif, di sisi lain Nadiem juga menghimbau peran guru dalam menumbuhkan kemampuan siswa bernalar dan menganalisis. Ini disampaikannya terpisah lewat keterangan tertulis yang dibagikannya dari Jakarta.
Kemendikbud juga menekankan bahwa kemampuan bernalar dan menganalisis siswa bukan dilihat dari materi pelajaran, melainkan bagaimana metode guru dalam mengajar. Nadiem juga menyatakan bahwa semua guru mata pelajaran memiliki kontribusi.
“Jadi literasi itu bukan tentang mata pelajaran bahasa Indonesia. Numerasi bukan hanya tentang mata pelajaran matematika. Assesmen Kompetensi Minimum (AKM) mengukur kemampuan bernalar di bidang literasi dan numerasi, yaitu kemampuan menganalisis informasi, kemudian memecahkan permasalahan dengan logika,” ujar Nadiem menuturkan.
Dikatakannya, metode mengajar guru merupakan salah satu faktor penentu dalam menumbuhkan kemampuan nalar siswa, seperti bagaimana anak terbiasa mengemukakan pendapat di kelas atau bagaimana melakukan analisis.
Ia percaya bahwa metode pengajaran yang aktif dan menarik dapat membuat kelas lebih hidup. Saat itu, Nadiem meminta para kepala sekolah dan guru untuk tidak khawatir dengan metode investigasi yang digunakan dalam penilaian nasional.
Ia menegaskan, meski jumlah peserta di setiap sekolah hanya 45 orang dan namanya sudah ditentukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, namun hasil penilaian nasional secara statistik masih representatif.
“Sampling akan representatif karena kita menggunakan aturan statistik yang sangat kuat, jadi tidak perlu khawatir,” kata Nadim.
Sumber : TEMPO.CO