Site icon Daerahkita

Vaksinasi Berkembang, Penyebaran Virus Terhadang

Vaksinasi Berkembang, Penyebaran Virus Terhadang 1

Pemerintah terus mendorong percepatan vaksinasi dengan target 1 juta penyuntikan dosis vaksin COVID-19 per hari selama Juli. Sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa vaksinasi akan terus digenjot sampai menyentuh angka 2 juta dosis per harinya di Agustus demi memperluas cakupan dan memenuhi target herd immunity. Bicara tentang upaya percepatan vaksinasi,Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi M. Epid, mengatakan hingga 26 Juli 2021, total ada 63 juta dosis vaksinasi telah disuntikkan, 45 juta dosis pertama dan 18 juta vaksin dosis kedua. “Cukup banyak yang sudah disuntikkan. Targetnya kita akan berikan vaksinasi kepada 208,2 juta orang, dari semula 181,5 juta, karena ada penambahan penerima vaksin golongan usia 12-17 tahun,” ujarnya pada Dialog yang disiarkan di FMB9ID_IKP, Selasa (27/7/2021). Bagaimana perkembangan percepatan vaksinasi di Indonesia? Sejaka kapan memulai vaksinasi? Apa targetnya? Apa hambatannya? Bagaimana solusinya?

Jakarta, 28 Juli 2021 – “Akselerasi untuk mencapai 1,5 juta vaksinasi per hari masih terus difokuskan. Sejak awal hingga minggu ketiga Juli, suntikan vaksinasi rata-rata sudah mencapai 1 juta dosis, dengan kisaran 900 ribu hingga 1,1 juta per hari,” terang Nadia. Pada hari Selasa (27/7/2021) pemerintah telah mengamankan kembali 21,2 juta dosis vaksin COVID-19 untuk tambahan stok vaksinasi. “Alhamdulillah tadi siang baru terima vaksin Sinovac 21,2 juta dosis dalam bentuk setengah jadi alias bulk. Ini merupakan dosis terbesar yang pernah kita terima dan akan digunakan pada bulan Agustus untuk akselerasi vaksinasi,” tukas Nadia.

Vaksin yang diterima itu berupa produk setengah jadi dan produk jadi. Vaksin yang datang dalam bentuk jadi akan diperiksa secara fisik dan dikontrol kualitasnya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) guna memastikan vaksin berkualitas dan aman. Sedangkan vaksin dalam bentuk bulk, akan diolah dulu oleh PT. Biofarma dalam waktu 2 minggu, dan setelah jadi akan diperiksa oleh Badan POM untuk memastikan kualitasnya. “Kurang lebih tersedia 5-7,5 dosis vaksin dari Biofarma setiap minggunya, sehingga nanti akan ada 21,5 juta vaksin yang siap digunakan pada bulan Agustus,” jelas Nadia. Ia menambahkan bahwa pemerintah terus berupaya memastikan ketersediaan stok vaksin untuk mencapai target sasaran vaksinasi, yakni sebesar 208,2 juta orang dengan tambahan sasaran vaksinasi anak berusia 12-17 tahun. Vaksinasi COVID-19 adalah sebuah langkah krusial untuk menentukan kesuksesan upaya bersama keluar dari pandemi COVID-19, sehingga vaksin yang digunakan sudah dipastikan keamanan (safety), mutu (quality), dan khasiatnya (efficacy).

Selanjutnya Nadia menambahkan, saat ini pemerintah baru menerima sekitar 30 persen dari kebutuhan total 460 juta dosis vaksin, “Untuk itu Pemda harus atur prioritasnya. Saat ini distribusi vaksin 50% fokus ke Jawa Bali, dan dari wilayah itu distribusi fokus ke 57 kabupaten kota aglomerasi. Pembagian vaksin bisa tidak sama, karena harus difokuskan ke kabupaten kota yang jumlah kasus dan laju penularannya sangat tinggi,” tuturnya. Guna menurunkan laju penularan serta fokus pada akselerasi vaksinasi, pemerintah berkolaborasi dengan TNI Polri untuk mendorong vaksinasi dosis pertama di kabupaten/kota, khususnya Jawa Bali. Pemerintah juga berkolaborasi dengan swasta dalam upaya percepatan vaksinasi dengan membuka sentra vaksinasi, salah satunya dengan Traveloka untuk melakukan vaksinasi di bandara, karena bandara merupakan salah satu pintu keberangkatan dan kedatangan dengan traffic yang cukup tinggi sehingga menjadi area yang pas untuk membuka sentra vaksinasi.

Menurut Head of Corporate Communications Traveloka, Reza Amirul, dalam waktu dua pekan membuka layanan vaksinasi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, sebanyak 14 ribu orang telah berhasil divaksinasi di terminal 2 dan 3. “Untuk bisa mendapatkan vaksinasi di Traveloka, pengguna bisa mengakses di Traveloka Experience melalui ponsel. Tinggal pilih mau vaksinasi di mana, pilih hari dan jamnya. Saat masuk ke menu pembayaran masukkan kode kupon Vaksin. Nantinya pengguna akan mendapatkan jadwalnya, dan silakan datang ke lokasi yang dipilih sesuai jadwal,” ujar Reza. Selain membuka sentra vaksinasi di bandara, Traveloka juga menjalin kerja sama dengan MNC Peduli bersama Kemenparekraf, yang saat ini masih berlangsung, dan masyarakat bisa mendaftar untuk vaksinasi secara gratis. Pada April-Mei 2021, Traveloka membuka sentra vaksinasi di bandara Yogyakarta dan berhasil memvaksinasi 8000 orang, juga di Tangerang Selatan yang berhasil memvaksinasi 4000 orang. Menyikapi tantangan vaksinasi di masa PPKM Level 4, Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, dr. Reisa Broto Asmoro, mengatakan berita hoaks masih jadi hal yang membuat masyarakat enggan divaksinasi, demikian juga dengan mitos seputar vaksinasi.

“Ada lebih dari 50 ribu hoaks selama pandemi. Kekuatan utama untuk menghadapi pandemi ada di masyarakat, antara lain dengan menangkal berita bohong terkait vaksinasi dan tak ragu untuk segera mendapatkan suntikan vaksin,” ujarnya. Kemudian Reisa berbagi tips menangkal hoaks terkait vaksinasi. “Antara lain, cek dulu sebelum menyebarkan berita. Hoaks dicirikan dengan kalimat bombastis dan tidak ada sumber valid yang dicantumkan. Cek kebenaran beritanya di website covid19.co.id atau Kemenkes. Ikuti berita dari sumber resmi atau update dari pemerintah yang sudah diverifikasi berulang. Jangan menarik diri dari vaksinasi. Vaksin COVID-19 yang sudah disetujui Badan POM pasti aman, bermutu dan berkhasiat,” sarannya. “MUI bahkan mengatakan vaksin COVID-19 yang tersedia halal. Jadi ajaklah teman dan keluarga yang belum vaksin untuk bisa secepatnya divaksin agar segera terbentuk kekebalan kelompok, agar kita bisa kendalikan virus dan juga lindungi orang-orang yang belum divaksinasi,” pungkas Reisa.

Vaksin Efektif Kurangi Angka Kematian

Sementara itu, Ketua Satgas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban mengungkapkan vaksinasi secara masif dapat efektif mengurangi angka kematian akibat COVID-19 yang kini belum mereda. Hal ini terlihat di Amerika Serikat dan Inggris yang kini tengah mengalami kenaikan kasus kembali, namun dengan angka kematian yang lebih rendah dibandingkan sebelum adanya vaksinasi. Hal ini pun bisa berlaku di Indonesia yang juga tengah mengalami gelombang COVID-19. Vaksin yang digunakan di Indonesia saat ini menurutnya bisa berkontribusi pada penurunan angka kematian. “AS dan Inggris pernah mencapai jumlah kasus terbanyak dan juga kematian. Kemudian dengan vaksinasi kasusnya turun meski sekarang naik lagi tapi kematian tetap rendah. Vaksinasi dalam mencegah orang terinfeksi tidak terlalu efektif, tapi bisa efektif mencegah angka kematian. Terbukti dari Inggris dan AS telah vaksinasi 50% populasinya dan angka kematiannya turun drastis,” kata Zubairi Senin (26/7/2021). Adanya varian baru pun meningkatkan adanya potensi penularan kembali jika terpapar varian yang berbeda. Dia mengatakan jika seorang penyintas dia memiliki antibodi COVID-19 dan bisa melindungi dari varian yang sama. Tapi kemunculan varian baru, seperti varian Delta yang lebih menular dapat menembus daya tahan yang disebabkan varian yang sebelumnya. “Ini yang dikhawatirkan, seperti pengalaman data AS dan Inggris, sakit iya meningkat kasus iya tapi yang meninggal sedikit karena sudah vaksinasi sebagian besar masyarakatnya,” ujar dia.

Selain itu, menanggapi adanya potensi mutasi COVID-19 yang lebih berbahaya ke depannya, Zubairi mengatakan mutasi virus akan terjadi termasuk pada SARS-Cov-2. Kebanyakan mutasi yang terjadi biasanya tidak menimbulkan pengaruh yang berarti, namun tetap ada mutasi yang kemudian berdampak pada penularan ataupun semakin ganas. “Misalnya yang varian dari Inggris, dari Afrika Selatan, dan Brazil yang diwaspadai. Ke depannya, selalu ada mutasi tapi sebagian besar tidak berdampak, biarpun mutasi ini tetap harus dimonitor karena kemungkinan yang muncul semacam varian delta tetap ada,” ujar Zubairi.

Polri Bantu Percepatan Vaksinasi Massal

Setelah mencanangkan percepatan vaksinasi massal, Presiden Joko Widodo meninjau pelaksanaan vaksinasi massal Mabes Polri di Lapangan Bhayangkara didampingi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Kepala BNPB Ganip Warsito. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan pihaknya akan membantu pemerintah untuk mencapai target vaksinasi satu juta jiwa per hari.  “Untuk memenuhi target satu juta orang per hari, kami perlu melakukan percepatan program vaksinasi dengan pengorganisasian yang tepat,” kata Kapolri. Ia menyatakan momentum Hari Bhayangkara ke-75 merupakan langkah awal mencapai terget vaksinasi tersebut. Polri dan 34 Polda menjadi institusi yang pertama menggelar vaksinasi massal dengan target satu juta lebih. Presiden Indonesia Jokowi pun melakukan peninjauan langsung ke kegiatan yang diinisiasi oleh Polri itu di Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan (26/6/2021) lalu.

Menurut mantan Kapolda Banten ini, Vaksin Presisi dibuka guna memfasilitasi masyarakat yang belum mendapatkan vaksin COVID-19. Masyarakat yang mendapatkan vaksin di gerai Presisi tersebut tidak dipungut biaya atau gratis. Sigit menyebutkan, gerai Vaksin Presisi sudah dimulai di Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Klinik Kesehatan Pelabuhan Tanjung Priok, Polres Metro Tangerang, Mall CGV Tangerang, Polres Metro Kota Bekasi dengan sembilan Polsek di bawahnya, dan Polsek Tebet. Sementara, polda, polres dan polsek lain bakal segera mengaktifkan gerai tersebut. Selain itu, gerai Vaksin Presisi juga berlaku untuk seluruh elemen masyarakat tanpa syarat domisili. Dengan kata lain, warga yang beralamat dimana pun dengan KTP berbeda wilayah dipersilakan datang ke kantor polisi terdekat.”Masyarakat silakan datang yang belum vaksin cukup bawa KTP saja. KTP se-Indonesia,” ujarnya. Mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan gerai “Vaksi Presisi” didirikan sebagai upaya mempertahankan kemampuan vaksinasi satu hari sejuta demi terwujud-nya kekebalan komunal alias herd immunity, sebagaimana ditargetkan oleh pemerintah yakni 75 hingga 80 persen dari total seluruh penduduk Indonesia di vaksin.

Polri telah mewujudkan program sehari satu juta vaksin pada 26 Juni 2021 lalu. Kegiatan Vaksinasi Polri sesuai dengan tema Hari Bhayangkara ke-75, yakni, ‘Transformasi Polri Yang Presisi Mendukung Percepatan Penanganan COVID-19 Untuk Masyarakat Sehat dan Pemulihan Ekonomi Nasional Menuju Indonesia Maju’. “Gerai Vaksin Presisi ini, sebagai upaya Polri dalam pertahankan kemampuan vaksinasi satu juta per hari,” ucap Kapolri. Total jumlah vaksin yang telah disuntikkan dalam kegiatan Serbuan Vaksinasi Nasional yang digelar Polri pada Sabtu (26/6/2021) lalu, yakni 1.285.460 orang.  Kapolri menyatakan sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat, Polri menyiapkan Dashboard Highlight terkait dengan vaksinasi tersebut yang dapat diakses di https://serbuanvaksinasi.polri.go.id/highlight.Publik dapat melihat secara real time total masyarakat yang sudah divaksin. Serta, provinsi mana yang terendah dan tertinggi jumlah yang telah di vaksin.

Prediksi Kekebalan Komunal

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo memprediksikekebalan komunalmasyarakat atau herd immunity dapat terbentuk para rentang waktu Agustus hingga September 2021. Keyakinan akan terbentuknya herd immunity tersebut disampaikan Kapolri saat meninjau kegiatan vaksinasi massal yang diselenggarakan Polri berkerja sama dengan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) di Jakarta. Di hadapan mahasiswa peserta vaksinasi COVID-19, Kapolri menyampaikan bahwa dengan terbentuknya kekebalan komunal masyarakat sebagaimana telah ditargetkan oleh pemerintah, maka pemulihan ekonomi akan berjalan dengan baik. Sebagaimana diketahui, pandemik COVID-19 telah merusak sendi-sendi kehidupan, berdampak pada sosial, kesehatan dan ekonomi masyarakat.”Dengan terbentuknya herd immunity, masyarakat diharapkan bisa kembali melaksanakan aktivitas-nya sehingga pemulihan ekonomi bisa berjalan dengan baik,” ujarnya. Jenderal bintang empat itu berharap, kolaborasi vaksinasi massal ini bisa berlanjut ke seluruh wilayah di Indonesia. Mengingat, kunci penanganan pandemik COVID-19 berada pada sinergitas, kerja sama dan saling bergandengan tangan antar-kelompok. “Upaya akselerasi vaksin dalam rangka membentuk herd immunity yang tentunya kami tunggu-tunggu sehingga kemudian kehidupan masyarakat bisa kembali pelan-pelan pulih normal. Tentunya kita harapkan ini semua bisa segera tercapai,” ujarnya.

Demi menciptakan data akuntabel, Polri juga menggandeng Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI untuk pemantauan jumlah vaksinasi COVID-19. Tak hanya itu, Polri juga melibatkan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC- PEN) dalam penghitungan vaksinasi. Kapolri menegaskan untuk terus mempertahankan tren satu juta vaksin sehari, telah disiapkan sejumlah strategi. Diantaranya adalah, setiap provinsi menyiapkan minimal tiga sentra vaksinasi di Provinsi, Bidokkes, RS Bhayangkara dan Mapolda. Untuk provinsi percepatan lima sentra vaksin. “Setiap Polres menyiapkan minimal dua sentra vaksinasi, Polres di pulau Jawa, Polresta-Polrestabes minimal tiga sentra vaksin,” ujar mantan Kapolda Banten itu. Kemudian perlu adanya pengamanan dan percepatan distribusi vaksin dari biofarma ke kabupaten/kota untuk kegiatan vaksinasi. Selanjutnya, mobilisasi masyarakat atau peserta oleh Ditbinmas dan Bhabinkamtibmas Polsek dan Polres. Mengantisipasi hoaks atas KIPI atau kehalalan vaksin, terutama Astrazeneca. “Membentuk 12 rayonisasi vaksinator yang disiapkan Polri sebagai tenaga vaksinator tambahan dalam rangka pendampingan kegiatan vaksinasi nasional sebanyak 1.600 personel,” jelasnya.

Selain itu, Kapolri menyatakan menyiapkan Tim Revaco atau Resimen Vaksinator COVID-19 untuk mengisi kegiatan vaksin di sentra yang kekurangan vaksinator seperti Kepulauan Riau, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam proses vaksinasi, Sigit bakal meminta jajaran untuk melakukan pemantauan kepada masyarakat agar tetap disiplin protokol kesehatan (prokes) 5M. Menurut Sigit, semua upaya yang dilakukan oleh Polri adalah berdasarkan asas Salus Populi Supreme Lex Esto atau keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi. Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Adik Wibowo, menyambut baik percepatan vaksinasi COVID-19 tersebut. Dia mengungkapkan, prinsip dari pelaksanaan vaksinasi adalah menimbulkan kekebalan di tubuh masyarakat dan untuk mencapai herd immunity total yang harus divaksin mencapai 75 sampai 80 persen populasi di Indonesia. “Semakin cepat vaksin yang pemerintah terima, maka pelaksanaan vaksinasi dapat dipercepat. Dan insyaallah penularan COVID-19 dapat semakin melandai,” ujarnya.

Lebih lanjut, Adik mengatakan saat ini semua negara masih mempelajari setiap varian virus COVID-19 yang terus bermutasi, termasuk varian Delta dari India. Sehingga, kata dia, vaksin yang dimiliki oleh setiap negara belum tentu mengurangi dampak gejala yang ditimbulkan oleh masing-masing varian. “Walaupun sekarang ada varian-varian baru COVID-19 yang belum tentu bisa ditolak dengan vaksinasi yang ada. Namun, vaksinasi massal yang tersedia ini harus terus digencarkan, seiring kita ikuti perkembangan yang ada. Pemerintah pasti sudah mempertimbangkan kemungkinan yang ada sehingga mengambil menerapkan kebijakannya,” terangnya.

Stok Vaksin Menumpuk, Vaksinasi Tak Merata

Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat geram dengan banyaknya stok vaksin yang masih menumpuk dan tak kunjung di berikan ke masyarakat, karena vaksin yang masuk ke RI masih timpang dengan jumlah yang sudah digunakan. “Artinya stok yang ada baik di Bio Farma maupun di Kementerian Kesehatan atau mungkin di Provinsi, di Kabupaten di kota di rumah sakit di puskesmas-puskesmas terlalu besar,” katanya. Presiden Jokowi kesal dengan stok vaksin yang menumpuk dan tak kunjung disuntikkan ke masyarakat. “Tolong dilihat betul angka-angkanya karena yang saya lihat data yang masuk, baik itu berupa vaksin jadi maupun bulk, sudah masuk ke negara kita sudah 137 juta. Padahal yang sudah disuntikkan dalam vaksinasi itu kurang lebih 54 juta,” kata Presiden Jokowi.

“Jangan ada stok lagi selain di Bio Farma, yang lain-lain cepet habisin sehingga ada kecepatan. Karena kunci menyelesaikan masalah ini adalah kecepatan vaksinasi,” ucapnya.  Presiden Jokowi turut meminta Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melanjutkan programnya yaitu vaksinasi door to door. Karena program vaksinasi tersebut dinilai dapat membantu masyarakat yang tidak bisa berpergian keluar rumah. Presiden Jokowi meminta jajarannya untuk terus mempercepat pelaksanaan program vaksinasi untuk mencapai kekebalan komunal atau herd immunity dalam menghadapi pandemi COVID-19. Jokowi menginstruksikan jajaran pemerintah di daerah untuk menyuntikkan seluruh stok vaksin yang telah didistribusikan oleh pemerintah ke daerah-daerah di Tanah Air.

Revisi Target Vaksinasi

Pemerintah mengumumkan revisi target vaksinasi secara nasional, Selasa (13/7/2021). Mereka mengubah angka target sasaran vaksinasi menjadi 208.265.720 penduduk dari angka awal 181,5 juta orang secara nasional. Hal itu diungkapkan Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informasi Dedy Permadi dalam keterangan daring, Rabu (14/7/2021). Dedi menyebut penambahan target dilakukan dengan memasukkan anak usia 12-17 tahun sebagai target vaksinasi. Dedi mengklaim peningkatan target akan mendorong kekebalan komunal demi keluar dari pandemi yang berkepanjangan. “Di saat bersamaan pemerintah terus berupaya memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat menerima vaksin termasuk penyandang disabilitas, keluarga pra-sejahtera dan penduduk di wilayah terpencil,” kata Dedy. Dedy pun mengumumkan Indonesia menerima rangkaian stok vaksin dari berbagai merk. Pertama, Indonesia menerima 1,4 juta dosis Sinopharm siap pakai, Selasa (13/7/2021).

Tiga hari kemudian, 4 juta dosis diperkirakan akan tiba di Indonesia. Vaksin Sinopharm akan digunakan untuk proyek vaksinasi gotong royong. Kemudian, pemerintah menerima 3,4 juta dosis vaksin siap pakai AstraZeneca pada Selasa (13/7/2021) malam. Vaksin ini merupakan jalur pengadaan dari fasilitas COVAX. Selain itu, pemerintah juga dijadwalkan akan menerima vaksin Moderna dalam waktu dekat. “Dalam satu minggu saja Indonesia mendapat 5 kali kiriman vaksin dari berbagai jalur kerja sama. Sehingga Indonesia mendapat tambahan 17,8 juta vaksin, menambah total vaksin yang sudah kita terima menjadi lebih dari 134 juta dosis baik dalam bentuk jadi maupun bahan baku,” kata Dedy. Meski menerima banyak stok vaksin, tapi rencana kegiatan vaksinasi pemerintah ternyata makin amburadul. Setelah vaksinasi sempat tembus 1 juta pada Juni, konsistensi vaksinasi 1 juta per hari justru kembali tak tercapai. Berdasarkan catatan selama Juli 2021, angka dosis 1 juta vaksinasi hanya tembus pada 1, 6, 7 dan 9 Juli 2021. Itu pun tembus berbasis kumulatif yakni dosis vaksinasi tahap pertama ditambah dosis tahap kedua.

Pemerintah pun tercatat memvaksinasi kurang dari 200 ribu dosis dalam sehari di Juli ini, yakni pada 11 Juli 2021 dengan dosis pertama 73.943 dan dosis kedua sebanyak 42.018 dosis. Dosis ini, dalam catatan hingga data per 13 Juli 2021 adalah vaksinasi terendah. Data per 13 Juli 2021 ada sekitar 546.416 menerima dosis tahap 1 dan 154.530 dosis disalurkan untuk penerima tahap 2. Namun data per 14 Juli 2021 mencatat bahwa vaksinasi tembus 1.994.826 orang untuk dosis pertama dan 420.556 untuk dosis tahap kedua. Epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengapresiasi upaya pemerintah meningkatkan target sasaran vaksinasi. Menurut Masdalina, pemerintah sudah tepat meningkatkan target karena vaksinasi yang dipatok pemerintah belum optimal dalam mengejar kekebalan komunal. “Bagus itu karena pada penyakit yang bisa reinfeksi harusnya target di atas 85%. Bukan 70%,” kata Masdalina, Rabu (14/7/2021). Namun, Masdalina menilai target tersebut akan penuh tantangan. Ia kembali mengingatkan permasalahan program vaksinasi ada pada ketersediaan vaksin. Ia mendorong Biofarma dan BUMN farmasi lain segera memproduksi vaksin karena vaksin yang datang lebih banyak berstatus bulk dan bukan barang langsung pakai.

Sebab, tenaga lapangan sudah cukup banyak, tetapi kekurangan jumlah vaksin, apalagi banyak vaksin yang datang belum terjamin tepat waktu. “Kalau Kemenkes, TNI, Polri kan eksekutor di lapangan. Ada vaksinnya, kita suntikkan. Kalau vaksin nggak ada, ya wassalam. Seperti kata Cak Lontong ‘saya siap divaksin asal vaksinnya siap’,” kata Masdalina. Sementara itu, Epidemiolog Unair Windhu Purnomo mengatakan, angka 70 persen yang dipatok pemerintah di masa lalu, yakni 181,9 juta memang tidak tepat. Idealnya untuk mencapai kekebalan komunal adalah di angka 70 persen, tetapi bukan 181,9 juta melainkan 189 juta orang yang harus divaksin. Kini, target tersebut harus direvisi akibat kemunculan varian delta yang lebih menular hampir 2 kali lipat daripada varian original COVID-19. Oleh karena itu, angka target vaksinasi harus berubah meski angka yang dipatok pemerintah tidak seratus persen sesuai hitungan epidemiologi.

Kalau varian Wuhan dengan R0 3,3 itu memang cukup 70 persen untuk mencapai herd immunity, tetapi untuk varian delta itu kalau dihitung ada rumusnya 1-1/R0 itu ketemunya 84,6 persen atau 85 persen. 85 persen itu dari 270 juta itu butuh 228,5 juta orang,” kata Windhu, Rabu (14/7/2021). Namun Windhu pesimistis target ini bisa terealisasi hingga akhir 2021. Ia beralasan, pemerintah masih ketergantungan vaksin dari luar negeri. Jika mengacu kepada data pemerintah, Indonesia baru menerima 135 juta dosis vaksin. Apabila memakai perhitungan target pemerintah, Indonesia butuh hingga 416 juta dosis vaksin. Stok vaksin yang diterima pemerintah belum mencapai setidaknya 1/3 dari kebutuhan vaksin nasional. “Masalah kita itu menyangkut supply karena kita belum bisa memproduksi sendiri. Jadi kita masih tergantung dengan luar negeri. Sampai hari ini kita baru terima sekitar sepertiga saja dari target,” kata Windhu. Windhu pesimistis Indonesia bisa mendapatkan dosis vaksin sisanya dalam kurun waktu hingga Desember 2021 karena Indonesia masih ketergantungan pengadaan luar negeri. Di sisi lain, pengembangan vaksin dalam negeri masih membutuhkan waktu. Pengembangan vaksin Unair saja, diperkirakan baru masuk uji klinis pada 2022. Jika stok vaksin mencapai kebutuhan 416 juta dosis, pemerintah bisa mencapai Indonesia mencapai herd immunity karena tenaga vaksinator dan sistem vaksin Indonesia memadai. Selama belum memenuhi kebutuhan, maka penerapan protokol kesehatan yang ketat menjadi solusi dari penanganan menahan lonjakan pandemi COVID-19.

Percepatan Vaksinasi Masih Labil

Sayangnya, upaya percepatan vaksinasi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/COVID-19) di Indonesia masih naik-turun alias labil. Ini akan sangat mempengaruhi waktu Indonesia untuk mencapai kekebalan komunal atau herd immunity. Mengutip catatan Our World in Data, rata-rata tujuh harian vaksinasi COVID-19 di Indonesia sempat di atas 1 juta dosis per hari selama dua hari yaitu 19 dan 20 Juli 2021. Namun sehari kemudian langsung turun lagi menjadi 671.041 dosis. Artinya, Indonesia kurang konsisten dalam menggeber vaksinasi, masih angin-anginan. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah mengakui hal tersebut. Bahkan Bendahara Negara menyebut vaksinasi pernah melonjak hingga 2 juta dosis dalam sehari, tetapi tidak bertahan lama. “Vaksinasi meningkat dan melonjak sampai 2 juta. Namun hanya satu hari, dan rata-rata tujuh harian masih di bawah 1 juta,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Juli 2021 (22/7/2021).

Padahal, vaksin sangat berguna untuk membentengi tubuh dari serangan virus corona. Vaksin, jika efektif, akan membentuk sistem kebebalan tubuh yang lebih baik. Walau seseorang terinfeksi virus corona, risiko mengalami gejala berat bisa ditekan. Misalnya di Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam adalah juara dunia soal vaksinasi. Per 22 Juli 2021, jumlah warga AS yang sudah menerima suntikan vaksin dosis penuh mencapai 161,9 juta orang. Ini menyebabkan tekanan terhadap sistem pelayanan kesehatan semakin berkurang. Terlihat dari tren kasus aktif di AS yang bergerak turun. Kasus aktif adalah pasien yang masih dalam perawatan, baik secara mandiri maupun di fasilitas kesehatan. Data ini menggambarkan seberapa berat beban yang ditanggung oleh sistem pelayanan kesehatan suatu negara. Meski pemerintah terus melakukan berbagai upaya pengendalian COVID-19. Salah satunya dengan cara percepatan vaksinasi COVID-19 secara massal. Namun upaya percepatan vaksinasinya tak berjalan secepat yang diharapkan. Karena belakangan ini ada tantangan lantaran target suntikan 1,5 juta dosis vaksin per hari belum tercapai. Lalu apa yang menjadi hambatan Kemenkes?

“Karena situasi di awal Juli, minggu pertama hingga minggu ketiga Juli, dikarenakan adanya peningkatan kasus yang cukup eksponensial sehingga fokus kita juga adalah berupaya menurunkan laju penularan terlebih dahulu sambil tetap memberikan pelayanan vaksinasi kepada masyarakat,” ujar Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, Selasa (27/07/2021). Alasan lainnya adalah di masa peningkatan kasus COVID-19, masyarakat juga diimbau untuk lebih banyak di rumah dan mengurangi aktivitas mobilitas. “Kemudian juga masyarakat juga ada yang tidak berani untuk keluar. Sehingga memang akselerasi untuk kembali mencapai 1,5 juta dosis ini tertunda dikarenakan kondisi tersebut,” kata Nadia.

Apakah Target Vaksinasi Dapat Tercapai?

Vaksinasi diharapkan menjadi kunci pengentasan pandemi COVID-19 yang pada akhirnya bisa mendorong pemulihan ekonomi yang sudah setahun lebih tertekan. Presiden Jokowi sendiri telah menargetkan Indonesia bisa melaksanakan vaksinasi hingga 2 juta dosis per hari. Target ambisius tersebut, tentu bukan perkara mudah untuk dicapai. “Kita ingin mengejar vaksinasi ini secepat-cepatnya. Dan terbukti dua atau tiga hari yang lalu kita sehari bisa menyuntikan 2,3 juta per hari,” ujarnya saat memberikan pengantar dalam ratas pekan lalu. Untuk mempercepat vaksinasi maka di berbagai wilayah di Indonesia tengah dilakukan vaksinasi gratis bagi masyarakat umum. Gencarnya pelaksanaan vaksinasi gratis COVID-19 di Indonesia bagian dari percepatan vaksinasi sebagai bagian pengendalian pandemi virus corona.

Bagaimana melihat gencarnya vaksinasi COVID-19 di Indonesia dan penanganan pandemi? Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riyono, mengatakan, keduanya memiliki dampak yang signifikan dalam keseluruhan upaya penanganan pandemi di Indonesia. “Tingginya tingkat vaksinasi dan minat masyarakat akan vaksin sangat berpengaruh (untuk mengendalilkan pandemi),” kata Pandu, Minggu (27/6/2021).  Namun, ia menyebutkan, laju vaksinasi yang dilakukan saat ini dan target yang dicanangkan pemerintah masih jauh dari yang dibutuhkan. Indonesia menargetkan vaksinasi diberikan pada 181,5 juta jiwa penduduk yang berusia di atas 18 tahun untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity.  “Masih jauh (dari yang jumlah idealnya),” kata Pandu.  “Genjot saja sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya,” ujar dia.

Pandu juga menyebut kita perlu melakukan upaya lain untuk menangani pandemi. Salah satunya adalah memberi perlindungan kepada masyarakat. “Kita perlu memberikan pada penduduk perlindungan agar bisa tekan hospitalisasi (rawat inap) dan kematian,” sebut Pandu. Perlindungan yang dimaksudnya meliputi 3 hal yaitu perlindungan biologis, perilaku, dan sosial.  “Perlindungan biologis itu vaksin, perlindungan perilaku 3M, dan perlindungan sosial bila dibutuhkan (bantuan dana atau subsidi, dan sebagainya),” kata Pandu. Selain itu, ada hal lain yang penting untuk digencarkan. “Mobilisasi tokoh masyarakat dan terus kampanye atau edukasi agar setiap penduduk berkontribusi pada penanganan pandemi, 3M, dan upaya lainnya,” ujar Pandu. Dengan demikian, penanganan pandemi bisa lebih cepat dilakukan, karena semakin banyak pihak yang terlibat dan berperan aktif, tidak hanya mengandalkan kerja pemerintah saja.

Upaya Mencapai Target Vaksinasi

Bisa saja target Presiden Jokowi terealisasikan. Namun semua tersebut harus mengerahkan semua pihak dengan penerapan penangaan yang benar. “Sebenarnya bisa untuk nembus 1-2 juta per hari asal melibatkan banyak pihak juga seperti TNI, Polri serta memastikan standar vaksinasi seragam antar-daerah. Selain kontrol dan pelibatan banyak pihak, faktor lain yang harus diatensi adalah soal informasi. Pemerintah perlu melakukan kontrol terhadap informasi hoaks terkait vaksin agar masyarakat mau divaksin. Faktor tersebut dipersulit dengan stok vaksin yang terbatas dan sistem vaksinasi yang bermasalah. Kendalanya adalah pasokan vaksin yang kurang juga masyarakat masih cukup banyak yang ragu dengan vaksinasi dan sistem vaksinasinya yang belum seragam di setiap daerah dan kemauan pemda juga belum seragam. Untuk itu mendorong pemerintah mengambil langkah menekan hoaks dan mempererat kerja sama jika ingin vaksinasi tembus 2 juta dosis seperti yang diinginkan Presiden Jokowi.

Selanjutnya pemerintah harus konsisten dalam pelaksanaan vaksinasi. Indonesia belum mencapai herd immunity 70 persen, sementara proses vaksinasi sejak program berjalan tidak kunjung mencapai target. Karena target herd immunity adalah 70 persen dari total populasi, sementara proses vaksinasi sangat lambat. Jika mengacu hitung-hitungan sebelum 1 juta, maka Indonesia baru mencapai kekebalan komunal dengan vaksinasi dalam kurun waktu 5 tahun. Permasalahan vaksinasi tidak hanya pada konsistensi karena ada masalah lain seperti ketersediaan vaksin di masyarakat.  Kemudian faktor lain adalah masalah kepercayaan publik yang masih tidak percaya vaksinasi atau malah adanya COVID-19 itu sendiri. Hal ini menjadi tantangan jika pemerintah ingin mengejar vaksinasi. Selain itu, gagasan pemerintah yang membangun konsep vaksinasi massal terpusat harus dikoreksi. Pelibatan TNI-Polri penting dalam menjaga ketertiban vaksinasi. Akan tetapi, perlu diingatkan bahwa vaksinasi terpusat memicu kerumunan saat publik vaksin dan bisa saja berpotensi jadi klaster. Untuk itu inisiatif Polri guna menggunakan kantor Polsek untuk vaksinasi yang ada di tiap kelurahan adalah inisiatif yang baik dan terus dilanjutkan.

Perlu diingatkan pula bahwa persoalan vaksinasi tidak sebatas pelaksanaan vaksinasi berbasis target. Karena justru menyoal pada hal paling esensial, yakni ketersediaan vaksin sendiri. Soalnya vaksin yang hadir di Indonesia masih berbentuk bulk atau mirip adonan. Pemerintah lewat Biofarma harus mengolah, mengemas dan mendistribusikan sendiri. Proses tersebut memerlukan waktu yang tidak sedikit dengan anggaran yang besar. Sebab vaksin yang digunakan untuk menyuntik ke masyarakat tidak sebatas satu kali. Comtohnya, negara punya stok vaksin sebanyak 30 juta dosis. Jika satu orang divaksin dengan dua dosis, maka hanya ada 15 juta dosis. Apabila memakai target Presiden Jokowi 2 juta per hari dengan kalkulasi vaksinasi pertama 1 juta dan vaksinasi kedua 1 juta, maka vaksin habis dalam kurun waktu 2 minggu.

Oleh karena itu, jumlah dan ketersediaan vaksin yang cukup amat penting dan diutamakan jika mengejar target dua juta. Selain itu, perlu konsistensi agar pelaksanaan vaksinasi tetap berjalan di tengah keinginan publik untuk divaksin. Jangan sampai animo masyarakat yang besar untuk divaksin, jangan sampai mumentum ini hilang. Akan tetapi, pemerintah saat ini juga harus memperhatikan kondisi lapangan di sektor kesehatan masih kewalahan akibat lonjakan kasus signifikan. Fokus pengendalian tracing, testing, dan treatment jangan sampai ditinggalkan pemerintah. Memang pemerintah sudah berusaha menekan lonjakan kasus lewat penerapan PPKM Darurat, tetapi hal yang harus diperhatikan adalah potensi lonjakan kasus selama masa diam di rumah. Karena jumlah tes akan akan turun karena warga berada di rumah dan warga akan datang ke faskes ketika sudah menderita COVID-19 dengan gejala berat. Ini yang mengkhawatirkan karena hanya akan menjadi ledakan bom waktu penderita COVID-19 berikutnya. Semoga tidak terjadi! (EKS/berbagai sumber)

Baca juga : Akselerasi Vaksinasi di Aceh, Panglima TNI dan Polri Minta Aparat Sinergi dengan Tokoh Masyarakat

Exit mobile version