Site icon Daerahkita

Rekam Jejak Masuknya Virus Corona ke Indonesia dan Upaya Menghentikannya

Virus corona

Kasus virus corona (Corona Virus Diesease 2019/COVID-19) di Indonesia bertambah 45.203 kasus pada Selasa (27/7/2021). Secara keseluruhan, kasus positif COVID-19 hingga saat ini mencapai 3.239.936. Hal itu sebagaimana data yang dilihat di situs Kemenkes RI. Pada hari ini kasus sembuh bertambah 47.128. Sebanyak 2.596.820 orang telah sembuh dari COVID-19 sejak awal pandemi. Kasus kematian terkait COVID-19 tercatat sebanyak 2.069. Total 86.835 orang meninggal terkait COVID-19 hingga saat ini. Sebelumnya, pada Senin (26/7/2021), kasus positif bertambah 28.228 sehingga total menjadi 3.194.733. Pasien sembuh bertambah 40.374 sehingga menjadi 2.549.692. Korban meninggal bertambah 1.487 sehingga menjadi 84.766. Sementara itu, kasus aktif sebanyak 560.275 dan suspek mencapai 287.987 orang. Bagaimana virus berbahaya ini muncul? Darimana asalnya? Bagaimna bisa masuk ke Indonesia? Bagaimana penyebarannya? Kenapa muncul varian virus baru? Mengapa bisa lolos juga ke Indonesia? Apa upaya pemerintah menghentikan penyebarannya?

Jakarta, 28 Juli 2021 – Sedangkan update data virus COVID-19 di seluruh dunia per Selasa, 27 Juli 2021, pukul 9.00 WIB berdasarkan data dari worldometers.info, total kasusnya saat ini mencapai 195.344.744 kasus. Ada tambahan sebanyak 442.293 kasus dari laporan sebelumnya, Senin (26/7/2021). Angka kematian bertambah 7.370 jiwa, sehingga totalnya menjadi 4.182.811 jiwa. Kabar baiknya, pasien yang dinyatakan sembuh bertambah sebanyak 401.748 orang. Dengan demikian, ada 177.181.829 orang yang telah pulih dari COVID-19.

Sementara itu, total kasus aktif yang tersebar di berbagai negara naik 33.175 kasus, menjadi 13.980.104 kasus. Amerika Serikat masih menempati peringkat teratas negara dengan kasus COVID-19 aktif tertinggi, yaitu 5.112.037 kasus. Sedangkan Indonesia berada di urutan kelima dengan 560.275 kasus.

Asal Mula Virus Muncul

Menelusuri jejak pasien yang terinfeksi COVID-19 sejak dini merupakan salah satu upaya untuk menekan penyebaran pandemi tersebut. Selain itu, identifikasi jenis atau tipe virus mematikan ini dapat membantu penelitian untuk penemuan vaksinnya. Langkah ini yang dilakukan oleh sejumlah negara, seperti Tiongkok dan Thailand. Awalnya, seorang pria berusia 55 tahun penduduk Kota Wuhan, Tiongkok tiba-tiba menderita demam tinggi berkepanjangan pada akhir Desember 2019. Tak diketahui penyakit yang dideritanya, tapi demam berlangsung hingga lebih dari dua pekan dengan disertai gangguan pernafasan. Pria yang juga pedagang di pasar hewan liar di ibu kota Provinsi Hubei itu kemudian diketahui terinfeksi virus corona, sekaligus disebut sebagai orang pertama yang menderita COVID-19.

Belum jelas bagaimana dia bisa tertular virus tersebut. Dia diduga tertular dari hewan liar yang diperdagangkan di pasar tempatnya berjualan. Sejumlah peneliti kemudian menyimpulkan, virus baru ini masih satu keluarga dengan virus corona yang pernah mewabah, yakni SARS pada 2003 dan MERS pada 2012. WHO pun secara resmi menamakan virus baru ini sebagai Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV-2) penyebab penyakit COVID-19. Selain pasien pertama, terdapat beberapa orang lagi di Wuhan yang mengalami gejala serupa. Virus yang diambil dari pasien-pasien tersebut kemudian diidentifikasi berdasarkan urutan molekul asam amino tunggal atau ribonucleic acid (RNA sequence). Hasilnya dapat dilihat dalam jurnal yang dipublikasikan bioRxiv. Dari 17 pasien yang dijadikan sampel, ternyata memiliki urutan RNA sama, dan lalu diberi nama subtipe O. Virus itu kemudian menyebar keluar Hubei, termasuk ke negara lain. Seperti Thailand yang pertama kali mendaftarkan virusnya ke GISAID pada 8 Januari 2020.

Dalam artikel yang ditulis Chandrika Bhattacharyya et.al dari National Institute of Biomedical Genomics tersebut, virus subtipe O bermutasi menjadi B dan B2 pada dua pekan pertama Januari 2020. Kemudian berevolusi lagi menjadi subtipe B1, B4, A2a, dan A3. Berdasarkan data Nextstrain.org yang didapatkan dari Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), perbedaan tipe virus di luar Wuhan pertama kali ditemukan di Shenzen dan Guangdong. Di dua wilayah itu virus bermutasi menjadi tipe B2 pada 11 dan 15 Januari 2020.  Sementara di luar Tiongkok, terdapat di Amerika Serikat (AS) dengan tipe B1 pada 19 Januari 2020. Virus di AS ini tercatat bertransmisi langsung dari Tiongkok. Mutasi merupakan siklus alamiah yang terjadi pada virus, sekaligus sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan. Virus berkembangbiak dengan membuat replikasi diri. Saat membuat replika, seringkali virus mengalami kesalahan. Kesalahan tersebut disebut sebagai mutasi, yaitu perubahan material genetik antara virus baru dan induknya. Nextstrain.org membagi tipe kelompok (clade) virus menjadi 10 jenis. Namun, ada juga virus yang tidak teridentifikasi ke dalam 10 jenis kelompok tersebut.

Hingga 11 Mei 2020, terdapat 5.056 informasi sampel yang dihimpun oleh GISAID. Kelompok virus di dunia didominasi oleh kelompok A2a, B, dan B1. Kelompok A2a paling banyak menyebar di wilayah Eropa dan Amerika Utara. Hal ini sejalan dengan hasil riset Chandrika Bhattacharyya et.al. yang kutipannya berbunyi. “Sejak pertama kali dilaporkan di Tiongkok pada 24 Januari 2020, tipe A2a menyebar cepat dan meluas di Eropa dan Amerika Utara empat bulan setelah induk virus (tipe O) dilaporkan kali pertama pada Desember 2019.” Selain itu, kelompok virus B mayoritas tersebar di Asia dan Amerika Utara. Adapun kelompok B1 dominan berada di Amerika Utara dan Oseania.

Berasal dari Alam

Virus corona 100 persen secara alami berasal dari alam. Hal ini dijelaskan ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, salah satu alasan mendesar virus ini berasal dari alam adalah pengurutan gen virus coronanya. Virus corona SARS-CoV-2 sangat mirip dengan virus corona yang ditemukan pada kelelawar tapal kuda yang ada di Yunnan, China. Virus corona untuk SARS-CoV-2 memiliki panjang 30.000 basa. Ketika virus ini dilihat secara keseluruhan, kesamaannya dengan SARS hanya 80 persen. “Jadi perbedaan (dengan SARS-CoV) cukup banyak, sekitar 20 persen,” kata Ahmad, Rabu (20/5/2020). “Nah, yang terdekat itu (SARS-CoV-2) dengan genomnya coronavirus yang ditemukan pada kelelawar tapal kuda di Yunnan, China,” ungkapnya. “Ini horseshoe bat yang ditemukan di Yunnan ya. Bukan di Tomohon (Sulawesi Utara) atau Jogja. Sebab kasihan juga, kelelawar yang di Tomohon, Jogja katanya mau dibunuh, padahal inangnya beda,” imbuhnya.

Ahmad mengatakan, ketika suatu virus atau apapun tercipta dari rekayasa manusia, pasti di dalamnya ada rekam jejak. Namun, hal ini tidak ditemukan dalam SARS-CoV-2. Apa itu rekam jejak? Virus, bakteri, atau apa pun yang direkayasa para ilmuwan berdasar apa yang ada di alam. Ketika peneliti akan melakukan rekayasa, mereka harus menambahkan sesuatu ke dalamnya untuk membantu ilmuwan menandai. Dalam kasus virus corona penyebab COVID-19, jika asumsinya virus ini dibuat, maka ilmuwan harus melakukan rekayasa pada 1.200 titik. Dijelaskan sebelumnya, virus corona untuk SARS-CoV-2 memiliki panjang 30.000 basa. Ketika virus ini dilihat secara keseluruhan, kesamaannya dengan SARS hanya 80 persen. Kedekatan virus corona SARS-CoV-2 yang paling dekat adalah dengan kelelawar tapal kuda dari Yunnan, China. Kesamaan keduanya adalah 96 persen, berbeda 4 persen. Jika asumsinya, virus corona adalah buatan manusia, artinya ada manusia yang mengubah 1.200 titik asam amino pada SARS-CoV-2. “Artinya, kalau manusia merekayasa (SARS-CoV-2) akan ada tag-nya dan bisa di-tracking. Jadi kalau misalnya sudah ada yang diubah, kemudian ingin merekayasa titik yang berikutnya, nah yang sudah diubah harus saya beri semacam label. Nah, penambahan label itu bisa terlihat,” jelas Ahmad.

Setelah diselidiki, penambahan “label” atau rekam jejak dari manusia nihil. “Kita enggak temukan label itu. Dari ujung ke ujung enggak ada label tambahan. Karena kita (peneliti) tahu anatomi coronavirus secara umum seperti apa,” ungkapnya. Dari nalar inilah, peneliti memastikan bahwa virus corona SARS-CoV-2 bukan buatan manusia. Namun banyak orang percaya, virus corona adalah buatan manusia atau dibuat di laboratorium. Padahal, para ilmuwan di seluruh dunia sudah memaparkan banyak bukti yang menunjukkan bahwa virus corona secara alami ada di alam. Ini artinya, virus corona bukan buatan manusia, bukan buatan Tiongkok, dan bukan buatan Amerika. Virus corona diduga kuat berasal dari kelelawar, kemudian menular antar hewan, bermutasi dan dapat menular ke manusia, hingga akhirnya menyebar luas dan telah menginfeksi 5,2 juta orang di seluruh dunia. Ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, menjelaskan lebih lanjut bagaimana virus corona 100 persen berasal dari alam dan tak ada campur tangan manusia.

Perlu diketahui, ketika para ilmuwan ingin membuat atau merekayasa sesuatu – entah itu virus, hormon, bakteri, dan lain sebagainya, ilmuwan akan melihat yang ada di alam dan sangat teliti dalam melakukannya. Sebagai contoh, ada ilmuwan yang ingin melakukan rekayasa insulin pada penyakit diabetes. Maka peneliti akan mengambil insulin dari manusia, insulin tersebut disalin persis, dan diperbanyak. Ketika sekuens dalam insulin tersebut sudah baik atau bagus, para peneliti tidak akan melakukan perubahan apa pun agar fungsinya tidak berubah.

“Kita tidak melakukan perubahan apa pun pada sekuens (insulin) karena sekuensnya sudah terbukti menyandi satu protein insulin yang bagus. Ini tidak diubah, karena kalau diubah takutnya mengubah fungsi jadi jelek,” kata Ahmad, Rabu (20/5/2020). Insulin adalah hormon alami yang diproduksi pankreas.

Ketika kita mengonsumsi sesuatu, pankreas akan melepaskan hormon insulin yang memungkinkan tubuh mengubah glukosa menjadi energi dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Hal ini menunjukkan, penelitian yang dilakukan manusia cenderung sangat konservatif atau sangat terjaga.

Perjalanan Virus ke Indonesia

Untuk mengidentifikasi masuknya dan penyebaran virus itu, Indonesia terlambat berpartisipasi dalam berbagi data informasi COVID-19. Hal ini karena baru pada 3 Mei 2020 mulai menyetorkan informasi 13 sampel hasil urutan genom SARS COV-2 ke GISAID. Rinciannya, tujuh sampel berasal dari laboratorium Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan enam dari Lembaga Penyakit Tropis, Universitas Airlangga.

Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, keterlambatan tersebut lantaran proses sekuensing atau pengurutan genom virus (RNA sequence) dan diagnosis penyakit adalah proses yang berbeda. Jadi meskipun uji polymerase chain reaction (PCR) berhasil menemukan kasus positif, tetapi tidak secara otomatis urutan genomnya bisa diperoleh. “Sekuensing baru dilakukan mulai pertengahan atau akhir April. Setelah divalidasi, kemudian di-submit ke GISAID,” ujar dia, Minggu 17 Mei 2020. Menurutnya, dengan mengirimkan sampel ke GISAID, Indonesia akan memperoleh sejumlah keuntungan.

Para peneliti akan lebih mudah memahami pola penyebaran dan dapat memonitor evolusi virus. Hal ini penting jika ingin mendesain metode pengobatan dan pembuatan vaksin. “Dari sini kita juga bisa bersiap menghadapi ancaman pandemi berikutnya,“ kata guru besar ilmu mikrobiologi klinik FKUI tersebut. Dari 13 data sampel yang diserahkan, kemudian dikelompokkan berdasarkan tipe atau jenisnya. Ternyata, hasil dari urutan genom virus Indonesia berbeda dengan kelompok dominan global yang sudah diidentifikasi.

“Sementara ini Indonesia tidak termasuk kelompok yang sudah ada. Mungkin ada kelompok baru, misalnya kelompok Asia Tenggara. Tapi belum final karena yang di-submit Indonesia baru sedikit,” kata Amin Soebandrio. Sementara jika berdasarkan 10 tipe yang dikelompokkan oleh Nextstrain.org, hanya satu sampel dari Indonesia yang masuk ke dalam kelompok A2a per-11 Mei 2020.

Dari 13 sampel dari Indonesia, Nextstrain.org telah melacak asal usul sembilan sampel. Kesembilan sampel tersebut seluruhnya berinduk pada virus di Tiongkok. Ada yang bertransmisi langsung dari sana, ada pula yang datang melalui beberapa negara seperti Hong Kong, Australia, Jerman, Singapura, dan Arab Saudi. Misalnya virus nomor identitas ITD3590NT yang kasusnya ditemukan pada 14 April di Surabaya.

Riwayat perjalanannya bermula dari Tiongkok lalu ke Jerman, Arab Saudi, baru kemudian masuk Indonesia. Subtipe virus pun diketahui masuk dalam kelompok A2a yang umum tersebar di Eropa dan Amerika Utara. Selanjutnya sampel nomor identitas EIJK03 yang kasusnya ditemukan di Jakarta pada 27 Maret. Perjalanan virusnya bermula dari Tiongkok menuju Malaysia, kemudian ke Indonesia.

Sementara untuk sampel EIJK2444 yang dikirimkan oleh Universitas Airlangga, virus berasal dari Singapura. Awalnya dari Tiongkok menuju ke Australia. Lalu virus ini kembali lagi ke Tiongkok, kemudian menuju Singapura, hingga akhirnya sampai di Indonesia.

Perlunya Membatasi Mobilitas Individu  

Jika dilihat dari sampel yang telah dianalisis, lima sampel diketahui bertransmisi langsung dari Tiongkok. Hal ini sejalan dengan temuan tim Solver Society dari IYKRA yang memperkirakan penyebaran virus ke negara-negara di luar Tiongkok terkait dengan pola perjalanan individu. Analisis ini mengacu pada data penerbangan dari dan menuju kota-kota di Tiongkok, terutama yang terdapat lebih dari 200 kasus positif pada Januari 2020.

Terutama membandingkan waktu penemuan kasus pertama dengan jumlah penerbangan sebelum wabah muncul. Hasilnya setiap negara yang memiliki penerbangan lebih dari 50 kali ke Tiongkok pada Desember 2019, diketahui membutuhkan waktu sekitar 20 hari untuk menemukan kasus pertamanya. Ini berarti dapat diperkirakan virus sudah masuk sejak awal Januari mengingat ada masa inkubasi sekitar 14 hari.

Demikian pula Indonesia, karena pemerintah baru memutuskan menutup penerbangan dari dan ke Tiongkok mulai 5 Februari 2020. Artinya sebelum penutupan ada kemungkinan virus sudah masuk. Apalagi Indonesia merupakan negara keenam yang memiliki intensitas penerbangan terbanyak ke Tiongkok.

Meskipun sesuai pengumuman pemerintah, Indonesia baru menemukan kasus pertama pada 2 Maret atau sekitar 61 hari dari kasus pertama di Tiongkok. Namun perlu dicatat bahwa, pasien 01 tertular saat berada di acara dansa di Klub Amigos, Jakarta Selatan pada 14 Februari 2020 dari seorang warga negara Jepang yang tinggal di Malaysia.

Dari data urutan genom virus dan analisis pola penerbangan, penularan corona di Indonesia besar kemungkinan berasal dari kasus impor. Maka dari itu pembatasan mobilitas, terutama dari negara yang memiliki kasus tinggi, tetap perlu dilakukan. Dengan begitu, rencana pemerintah memulihkan kegiatan pariwisata perlu dipersiapkan dengan cermat dan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Apalagi melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang asing pada kuartal I-2020 tetap tinggi.

BPS mencatat, sepanjang Januari-Maret 2020 terdapat 2,6 juta kunjungan orang asing di Indonesia. Meskipun jumlah itu turun sekitar 31 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Sementara kunjungan dari negara-negara yang selama ini menjadi episentrum COVID-19 pun masih tetap tinggi. Kendati telah melakukan pelarangan terbang dari dan menuju Tiongkok, masih terdapat 4,3 ribu turis asal Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia pada Maret 2020.

Selain Tiongkok, negara lain yang mencetak kasus tinggi di dunia juga masih melakukan kunjungan ke Indonesia. Sebagai contoh Amerika Serikat (AS) yang memiliki kasus tertinggi di dunia, pada Maret 2020 turis AS melakukan 12,6 ribu kunjungan ke Indonesia. Selain dari sektor pariwisata, yang juga perlu dipantau adalah rencana pemulangan pekerja migran Indonesia (PMI).

Presiden Joko Widodo pun telah meminta pengawasan pekerja migran Indonesia (PMI) yang pulang dari luar negeri. Hal ini dikarenakan, PMI merupakan salah satu klaster yang berpotensi menyebarkan virus di dalam negeri. Presiden menyebut, terdapat 34 ribu PMI yang akan pulang ke Indonesia sepanjang Mei-Juni 2020. Dia memerintahkan untuk memberlakukan protokol kesehatan yang ketat dengan memobilisasi sumber daya yang ada. “Dipastikan kepastian tempat karantina, disiapkan rumah sakit rujukan bagi para PMI tersebut,” kata Jokowi pada Senin (11/5/2020).

Sebelumnya, laporan dari atase tenaga kerja di 11 negara penempatan menyebutkan terdapat 597 orang PMI yang positif terpapar virus corona. Rinciannya, 224 orang positif COVID-19, sebanyak 363 orang dikarantina, dan meninggal dunia 10 orang. Ke-10 orang yang meninggal ada di Jeddah, Arab Saudi.

Masuknya Varian Baru ke Jakarta

Belum lagi usai mencegah penyebaran virus corona pertama, ternyata sudah muncul varian baru. Varian baru virus corona yakni varian B.1.617.2 atau varian Delta telah mendominasi hampir 100 persen kasus COVID-19 di DKI Jakarta. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marives) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, 90 persen penularan COVID-19 di DKI Jakarta disebabkan oleh varian Delta. “Jadi data yang kami dapat 90 persen (penularan) di Jakarta itu sudah varian delta. Jadi varian delta 90 persen di kota (Jakarta),” ujar Luhut dalam konferensi pers secara daring pada Senin (5/7/2021) malam.

Pernyataan Luhut semakin diperkuat dengan temuan Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI. Hingga Minggu (11/7/2021), Badan Litbangkes Kemenkes RI mencatat, total ada 615 kasus terkonfirmasi positif COVID-19 varian Delta. Temuan itu diketahui telah tersebar di 13 provinsi, di mana DKI Jakarta menjadi provinsi dengan sebaran terbesar, yakni 264 kasus.

Kemenkes menyebutkan, varian Delta ini enam kali lebih menular daripada varian Alpha B.1.1.7 asal Inggris. Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Pemprov DKI kemudian merilis klasifikasi gejala yang umumnya disebabkan oleh varian Delta. Gejala-gejala yang biasanya diderita yakni, demam, mual dan muntah, flu parah, sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk, diare dan sakit perut, nyeri sendi, dan hilang selera makan.

Bagaimana awal mula temuan COVID-19 varian Delta di DKI Jakarta? Pada tanggal 3 Mei 2021, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan bahwa tiga varian virus corona dari luar negeri kini telah masuk di Indonesia. Tiga varian itu adalah varian B.1.1.7 atau varian Alpha yang pertama kali ditemukan Inggris, varian mutasi ganda B.1.617 atau varian Delta yang awalnya dari India, serta B.1.351 atau varian Beta yang pertama ditemukan di Afrika Selatan.

Sedangkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, ada varian B.1.617 ditemukan pada dua kasus positif COVID-19 di Jakarta. Kemudian, varian B.1.351 ditemukan di Bali. Sedangkan 13 kasus positif COVID-19 di Indonesia diketahui sebagai penularan varian Alpha. “Iya benar demikian (B.1.617 di Jakarta dan B.1.351 di Bali),” ujar Nadia, Senin (3/5/2021).

Akhir Mei-Pertengahan Juni 2021 Kasus COVID-19 di Ibu Kota mulai melonjak sejak awal Juni 2021. Pemerintah provinsi DKI Jakarta kala itu menyebut lonjakan kasus COVID-19 disebabkan oleh aktivitas mudik dan silaturahmi saat libur Lebaran 2021. Pasca-liburan Lebaran, yakni periode 21 Mei hingga 10 Juni, ditemukan 988 klaster keluarga dengan 2.008 orang terinfeksi COVID-19.

Sebanyak 1.070 kasus baru COVID-19 atau 51 persen dari temuan kasus berasal dari RT yang menerapkan micro-lockdown. Berdasarkan catatan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per 11 Juni 2021, kasus COVID-19 di Jakarta naik 302 persen dalam 10 hari terakhir. Penambahan kasus baru COVID-19 di DKI Jakarta selalu di atas 2.000 sejak 10 Juni 2021.

Pada 10 Juni 2021, ditemukan 2.096 kasus baru COVID-19 di DKI Jakarta. Padahal sebelumnya, pada 8 dan 9 Juni 2021, penularan kasus masing-masing berada di angka 755 dan 1.371 kasus baru. Lonjakan kasus kembali terjadi pada 11 Juni 2021 yakni ditemukan 2.293 kasus baru COVID-19. Kemudian pada 12 Juni 2021, ditemukan 2.455 kasus baru penularan COVID-19. Jumlah kasus aktif di Jakarta juga naik 1.716 kasus. Karena itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, wilayah Ibu Kota sedang memasuki fase genting penyebaran COVID-19. “Jakarta memasuki fase yang amat genting,” ujar Anies di Lapangan Blok S, Jakarta Selatan, Minggu (13/6/2021).

Pada pertengahan Juni 2021, Kemenkes RI merilis data tentang penyebaran tiga varian baru COVID-19 di Indonesia. Berbeda dengan pernyataan Pemprov DKI, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa varian Delta sudah mendominasi lonjakan kasus COVID-19 di sejumlah wilayah di Indonesia.

Tiga wilayah yang jadi perhatian itu adalah DKI Jakarta, Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Bangkalan. Lonjakan kasus tersebut sudah dilaporkan Menkes kepada Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pada Senin (14/6/2021). “Beberapa daerah seperti Kudus, kemudian DKI Jakarta, dan juga di Bangkalan memang sudah terkonfirmasi varian Delta-nya atau B.1.617.2 atau juga varian dari India, mendominasi,” kata Menkes Budi Sadikin dalam video yang diunggah Sekretariat Kabinet RI, Senin (14/6/2021).

Akhir Juni 2021 Penularan COVID-19 varian Delta semakin mengganas di DKI Jakarta dan sekitarnya. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dwi Oktavia menjelaskan, ditemukan puluhan kasus transmisi lokal varian Delta di wilayah Jabodetabek. Data tersebut merupakan data pemeriksaan sampel varian baru per 28 Juni 2021. “46 transmisi lokal varian Delta di DKI Jakarta, 22 transmisi lokal varian Delta di Bodetabek yang mana pemeriksaannya dilakukan di Jakarta,” kata Dwi dalam keterangan tertulis, Senin (28/6/2021).

Tidak hanya kasus transmisi lokal, Dwi juga mengatakan, ada 20 kasus virus corona varian Delta yang teridentifikasi dari perjalanan orang keluar negeri atau kasus impor. Selain itu, 25 kasus varian Delta lainnya masih dalam proses verifikasi, apakah merupakan kasus transmisi lokal atau kasus impor.

Varian Lokal Indonesia Dipantau WHO

Baru-baru ini, varian ‘lokal’ Corona yang diidentifikasi di Indonesia tengah dipantau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Adalah B1466.2 yang sampel pertama-nya dilaporkan November 2020 lalu. Varian B14662 ini masuk ke dalam klasifikasi Alerts fo Further Monitoring WHO pada 28 April 2021. Belum masuk klasifikasi variant of concern (VoC) varian yang dikhawatirkan, maupun variant of interest (VoI).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi tidak menampik kemungkinan tersebut. Namun, kepastiannya tentu kembali pada kajian WHO. “Bisa jadi (masuk VoC/VoI), tergantung dampaknya,” jelas dr Nadia, Selasa (27/7/2021).

Seperti diketahui, varian baru Corona yang masuk daftar VoC diyakini memiliki penularan lebih cepat, hingga potensi memperburuk gejala COVID-19, bahkan ada risiko berdampak pada efektivitas vaksin corona. “Nanti itu WHO yang menentukan dengan para ahli-nya,” sambung dr Nadia saat ditanya kemungkinan varian lokal masuk VoC atau VoI.

Hingga kini, beberapa varian Corona berbahaya yang sudah masuk Indonesia adalah varian Corona Delta (B1617.2), Delta Plus (AY.1), varian Alpha (B117), varian Beta (B1351). Total varian Corona berbahaya yang paling mendominasi di Indonesia adalah COVID-19 varian Delta yaitu 897 kasus per 24 Juli. Berdasarkan catatan Balitbangkes Kemenkes RI per 24 Juli, COVID-19 varian Delta terbanyak di DKI Jakarta dengan total 296 kasus. Disusul Jawa Barat 254 kasus.

Cegah Lonjakan Virus dengan PPKM

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menahan laju penyebaran virus sejak tahun lalu. Setelah melakukan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat dengan banyak nama, awal Juli 2021 dilakukan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyararakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali. Dari berbagai laporan yang dihimpun dari lapangan pemberlakuan PPKM Darurat berjalan dengan lancar, tertib, dan sesuai dengan Instruksi Mendagri No 15 Tahun 2021. “Kami yakin kita sebagai kesatuan warga bangsa Indonesia siap mematuhi dan melaksanakan berbagai ketentuan yang ditentukan selama PPKM Darurat diberlakukan,” ujar Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, Sabtu (3/7/2021).

Dia menambahkan, apabila ditemukan hal-hal yang masih belum sesuai dengan instruksi tersebut maka Pemda dan aparat di lapangan harus segera mengevaluasi dan dapat segera melakukan intervensi untuk mengoreksi. “Ingat tindakan PPKM Darurat ini untuk menyelamatkan nyawa. Perintah Presiden jelas, kita mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dan terukur,” ujarnya.

Dia menegaskan, kondisi bangsa ini tidak sedang baik-baik saja. Angka terkonfirmasi positif pada tanggal 3 Juli 2021, tercatat 27.913 dengan 493 kematian, sebanyak 13.282 orang dinyatakan sembuh. Namun angka kasus aktif masih di 281.677 pasien. Tentu, kondisi ini memerlukan tindakan luar biasa. Menurut Jodi, penularan harus dikendalikan. Maka dari itu telah disepakati bersama dengan Pemerintah Daerah bahwa monitoring kegiatan masyarakat akan dilakukan hingga ke level kecamatan. Kegiatan yang harus dimonitor terdapat dalam Inmendagri No.15 Tahun 2021.

Sedangkan indikator-indikator penyesuaian upaya kesehatan masyarakat dan pembatasan sosial dalam penanggulangan pandemi COVID-19 sudah tercantum dalam keputusan Menteri Kesehatan nomor hk.01.07/Menkes/4805/2021 tertanggal 30 Juni 2021.

Dia menyebutkan, Pemerintah Pusat sudah menjalin kerja sama dengan beberapa platform digital dan media sosial serta penyedia jasa telekomunikasi yang dapat melakukan tracking perjalanan masyarakat selama pemberlakuan PPKM Darurat ini. Jodi menyebut, apabila di lapangan masih terlihat pergerakan yang cukup masif, sistem akan memberikan notifikasi dan disampaikan kepada Pemda dan aparat terkait yang bertugas di wilayah tersebut untuk segera dilakukan mitigasi dan langkah-langkah intervensi.

Sanksi bagi Pelanggar 

Dia memastikan, TNI dan Polri telah menyiapkan pasukan di sejumlah titik untuk melakukan penegakan hukum dalam rangka PPKM Darurat. Terkait sanksi yang dapat dikenakan pada pelanggar, Jodi mengatakan, penegak hukum dapat merujuk pada sanksi dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Disiplin Pegawai pada masing-masing instansi, jika aparat daerah yang melanggar.

Ancaman sanksi lain di antaranya ketentuan pidana yang berdasarkan pada UU no. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan KUHP pada pasal 12 – 218.

Dalam kesempatan itu, dia kembali menegaskan, PPKM Darurat bertujuan mengurangi penyebaran virus dengan cara membatasi mobilitas yang tidak esensial dan akhirnya mengendalikan laju penularan COVID-19. Langkah ini juga disertai dengan meningkatkan tes dengan sasaran yang tepat (targeted testing) untuk mengetahui sebenarnya peta penyebaran penyakit dan peta risiko di masyarakat.

“Untuk itu dimohon agar Kepala Daerah dan aparat terkait dapat melakukan langkah-langkah preventif untuk mengantisipasi sehingga penyebaran virus dapat dicegah,” ujar Jodi.

Jodi juga mengajak masyarakat mematuhi dan melaksanakan ketentuan PPKM Darurat. Hal ini selayaknya melakukan tugas kemanusiaan menyelamatkan nyawa keluarga, orang tersayang dan lingkungan. “Jangan jadi penyebab kedukaan dan kecelakaan terhadap orang lain,” tegas Jodi.

Target Vaksinasi 

Dia juga menambahkan, Koordinator PPKM Darurat Luhut Binsar Panjaitan telah mengunjungi beberapa sentra vaksinasi dan menyampaikan agar memaksimalkan jumlah suntikan vaksin tiap harinya. Jodi mengatakan, juga segera menjalin kerja sama dengan platform ticketing digital atau platform online lainnya yang akan memudahkan akses vaksin untuk masyarakat dan mempercepat kinerja berbagai sentra vaksinasi. Pemerintah sudah memastikan stok vaksin cukup, bahkan berdatangan hampir setiap minggunya jutaan dosis baru.

Lebih dari 45 juta dosis vaksin telah diberikan. Lebih dari 31,5 juta orang telah menerima dosis pertama dan hampir 14 juta di antaranya sudah mendapatkan dosis kedua. “Kini giliran bapak ibu yang belum divaksin segera datang dan dapatkan vaksin, gratis, aman, dan terbukti melindungi dari komplikasi akibat COVID-19,” tambahnya.

Jodi minta masyarakat tidak ragu ikut vaksinasi karena semua vaksin yang diberikan di Indonesia sudah disetujui Badan POM dan WHO. Vaksinasi terbukti efektif melindungi, mengurangi risiko sakit berat, dan menyelamatkan nyawa. Kini, vaksinasi sudah mudah didapatkan di banyak tempat tanpa syarat KTP atau domisili.

“Satu orang atau beberapa orang saja divaksinasi tidak bisa menghentikan pandemi. Kita harus semua bersama-sama secara bersamaan divaksin dan mengetatkan protokol kesehatan maka virus corona ini dapat kita kendalikan. Dan pandemi dapat kita kalahkan bersama-sama tidak sendiri-sendiri,” ujarnya.

Menurut Jodi, vaksinasi ditambah prokes ketat dan testing masif dengan sasaran tepat akan menurunkan penularan dan membuka peluang COVID-19 dikendalikan agar aktivitas masyarakat dapat dibuka kembali.

Harga Eceran Obat 

Sementara itu, dalam konteks treatment atau terapi bagi kesembuhan pasien, lanjut Jodi, Menko Marvest Luhut, Menkes Budi Gunadi Sadikin, dan Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto sudah melakukan konferensi pers yang menyatakan pemerintah telah mengeluarkan keputusan Menteri Kesehatan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) obat dalam masa pandemi COVID-19. Hal ini tentunya memberikan kepastian akan harga jenis-jenis obat yang dibutuhkan dalam penanganan pasien COVID-19.

Jodi juga menyinggung oknum-oknum yang menimbun obat-obatan dan melipatgandakan harga obat maupun alat kesehatan. “Pelaku akan dikenakan sanksi berdasarkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” tegasnya. Jodi mengingatkan, jangan bermain-main dengan nyawa orang lain. Kesembuhan dan kesehatan pasien harus didahulukan sebagai upaya menyelamatkan bangsa. Jangan mengambil keuntungan di atas penderitaan orang lain. Dia mengingatkan, bagi para penyalur, distributor dan penyedia obat-obatan untuk mengikuti peraturan atau akan ditindak oleh aparat hukum atau lebih buruk lagi akan dimusuhi oleh bangsa Indonesia.

Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri 

Lebih lanjut, dia mengatakan, Satgas Penanganan COVID-19 juga telah mengeluarkan Surat Edaran nomor 14 tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dalam Masa COVID-19. Jodi memaparkan, secara umum SE tersebut mengatur pelaku perjalanan jarak jauh dari dan ke Pulau Jawa serta Pulau Bali yang menggunakan moda transportasi wajib menunjukkan kartu vaksin pertama dan surat keterangan hasil negatif tes RT- PCR atau Rapid Tes Antigen.

Adapun Surat Edaran Dirjen Angkutan Darat/Angkutan Udara/dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan juga menerangkan lebih lanjut langkah teknis pengaturan perjalanan orang dari, ke, serta di Jawa dan Bali.

Masih menurut Jodi, pemerintah sadar pemberlakuan PPKM Darurat akan berdampak kepada aktivitas ekonomi masyarakat. Karenanya, pemerintah akan menyalurkan bantuan sosial seperti perpanjangan Bantuan Sosial Tunai; stimulus program kelistrikan diperpanjang 3 bulan; percepatan penyaluran BLT Desa; dan percepatan penyaluran PKH triwulan iii pada awal Juli 2021; percepatan penyaluran Kartu Sembako; penambahan target bantuan produktif usaha mikro bagi 3 juta penerima baru; melanjutkan program pra kerja; dan insentif usaha.

Jodi juga memastikan, suplai dan stok bahan pokok tersedia dengan aman. Masyarakat di Pulau Jawa dan Bali tetap bisa tenang memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan belanja online atau mengatur waktu belanja dengan tepat. Pemerintah menegaskan pasar swalayan tetap buka dengan ketentuan jam operasional sampai pukul 20.00 WIB dengan kapasitas pengunjung maksimal 50%. Sedangkan warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan hanya menerima delivery/take away dan tidak menerima makan di tempat.

Taat Protokol Kesehatan 

Jodi meminta masyarakat taat protokol kesehatan, tetap di rumah, dan selalu pakai masker di manapun berada. “Protokol kesehatan harga mati. Tidak mematuhinya akan berujung sanksi atau nyawa anda, orang tua, anak dan keluarga anda sendiri tetap bersatu melawan COVID-19. Semoga Tuhan melindungi dan menyehatkan seluruh bangsa Indonesia,” ujar Jodi.

Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Reisa Broto Asmoro menambahkan, selain peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah, aparat hukum dan personel TNI Polri, prinsip pelaksanaan pengetatan aktivitas dalam masa PPKM darurat ini juga mencakup peran masyarakat. Peran seorang ayah, ibu, kakak, adik, saudara, keluarga, teman, sahabat, tetangga, dan kolega untuk memastikan situasi darurat ini diakhiri.

Menurut Reisa, hampir tidak ada satupun dari anggota masyarakat yang tidak kehilangan sanak famili, kenalan, atau kolega dalam beberapa pekan terakhir ini. Minimal berita pada linimasa media sosial bertaburan berita duka. “Situasi ini tidak bisa diteruskan dan harus diakhiri. Mari tunjukkan peran kita sebagai warga negara yang peduli untuk saling melindungi,” kata dr Reisa.

Tren Peningkatan Kasus Sembuh

Upaya terkini yang dilakukan pemerintah adalah menerapkan PPKM Level 4 dan 3 sejak 25 Juli yang kemudian diperpanjang hingga 2 Agustus 2021 nanti. Jika tak dilakukan berbagai upaya tersebut, maka jumlah kasus COVID-19 di Indonesia bisa semakin melonjak tinggi, bahkan “meledak”. Hal itu diungkapkan Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19, Brigjen TNI (Purn) dr Alexander K Ginting, Jumat (23/7/2021).

“Untuk itulah dibutuhkan kebijakan PPKM Darurat yang dari awalnya PPKM Mikro, untuk mengerem mobilitas masyarakat luas dan mencegah kerumunan yang terjadi. Lihat saja kasus positif COVID-19 di Tanah Air sebelumnya, terus melonjak. Kalau tidak dihentikan secepatnya akan berbahaya karena berpotensi terus melonjak tinggi. Bahkan terakhir mencapai 56.000 kasus per hari,” katanya. Ia menambahkan, saat kebijakan PPKM Mikro, kasus positif sudah menyentuh angka 10.000, 20.000 hingga di atas 50.000 per hari. Akibat kenaikan yang cepat inilah tercetusnya kebijakan PPKM Darurat.

“Maka langkah pemerintah dan jajarannya harus meningkatkan dan mewaspadai supaya tidak ada lagi kerumunan dan mobilisasi yang tinggi. Ini yang wajib ditekankan di level 3 dan 4. Selain itu juga tingkatkan atau tinggikan terus pelacakan kontak,” ungkap dia. Ini sangat berguna untuk mencari orang yang bergejala COVID-19 sekaligus mencari kontak erat dan mereka yang sakit, agar mudah mengantisipasi penyebaran virus Corona ini.

Sebelumnya, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, menyebut kasus positif selama 7 hari terakhir sudah menunjukan tren penurunan pada hampir seluruh provinsi kecuali Bali. “Bali masih mengalami kenaikan kasus positif hingga 3 hari terakhir,” ucapnya pada konferensi pers virtual tentang “Penanganan COVID-19 di Indonesia”, Kamis (22/7/2021).

Selanjutnya, untuk kasus sembuh, Wiku mengatakan, 5 dari 7 provinsi menunjukan adanya tren peningkatan kecuali DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Menurut Wiku, kedua provinsi tersebut masih menunjukan adanya penurunan kesembuhan. Hal yang masih menjadi tantangan adalah angka kematian. Pasalnya, kematian di seluruh provinsi masih menunjukkan tren peningkatan kecuali DKI Jakarta.

Selanjutnya, Wiku menyebutkan, kepatuhan prokes dan kinerja posko juga menjadi modal penting dalam kesiapan daerah menghadapi pembukaan PPKM Darurat bertahap. Wiku juga menyebutkan, penelusuran kontak dapat dilakukan agar kasus dideteksi dan mendapatkan penanganan. Selain itu, untuk penurunan kasus positif, BOR, serta jumlah desa/kelurahan tidak patuh prokes dapat diupayakan dengan meningkatkan lagi pengawasan dan menindak tegas pada pelanggaran prokes hingga tingkat desa/kelurahan. “Dengan upaya pencegahan maka penularan di tengah masyarakat dapat dikendalikan dan kasus dapat ditekan,” ucapnya. (EKS/berbagai sumber)

Exit mobile version