Jakarta -Forumdaerah.com- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah melakukan berbagai upaya untuk menertibkan truk yang kelebihan muatan atau overloading (Odol) di berbagai daerah. Sebab selain membahayakan, truk yang kelebihan muatan juga menjadi salah satu penyebab rusaknya jalan.
Dewanto Purnacandra, Kepala Sub Biro Uji Jenis Kendaraan Bermotor Kementerian Perhubungan, menjelaskan pemerintah sedang memperdalam sosialisasi truk Odol.
“Bahkan kami melakukan PHK truk odol di Jawa Timur, tapi sekarang kami akan memilah truk odol yang bermasalah secara bertahap. Seperti halnya truk odol minuman dalam kemasan, kami akan mengatur sesuai aturan,” kata Dewanto. Webinar Dampak Ekonomi dan Lingkungan Odol Trucks, ditulis Kamis (16/12).
Dewanto mengatakan pihaknya juga memerintahkan pemilik perusahaan untuk menormalkan kendaraannya. Jika tidak dilaksanakan, sanksi akan diberikan kepada pelanggarnya.
“Bahkan sudah ada sanksinya. Misalnya di Riau dan Jambi, kami menindak pengemudi yang menggunakan truk Odol, bahkan jika terbukti hukumannya bisa setinggi penjara,” katanya.
Selain mengambil tindakan, Kementerian Perhubungan akan membekukan kendaraan yang beroperasi selama enam bulan. Dengan kata lain, ketika ingin dijalankan kembali harus terlebih dahulu diuji dari tester di daerahnya masing-masing.
Dengan semakin seringnya penegakan dan penegakan aturan yang tegas, Dewanto optimistis terlaksananya agenda zero Odol 2023.
Baca juga : Posko Check Point Ditiadakan, Begini Strategi Pengamanan Polri di Masa Nataru
Sementara itu, Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Pemberantasan Bensin Bertimbal (KPBB), menyatakan menurut temuan mereka, dampak kegiatan truk Odol membutuhkan anggaran besar untuk perbaikan jalan setiap tahun. Menurut dia, berdasarkan kajian yang dirilis Juni 2021, 60,13% armada air minum dalam kemasan di tol Sukavumi-Bogor kelebihan beban.
“Total kerugian akibat kerusakan infrastruktur transportasi jalan mencapai Rp 43 triliun per tahun (data 2017). Ini termasuk dampak kecelakaan akibat Odol, seperti bocor, kecepatan rendah hingga tabrakan dari belakang, dan rem blong. Ini harus segera diselesaikan,” kata Ahmed Safrudin.
Selain itu, kendaraan Odol juga menjadi salah satu penyebab kecelakaan terbesar. Meskipun sebagian besar armada transportasi dalam kondisi prima, tonase yang berlebihan dan/atau kubus yang berlebihan masih memiliki risiko tinggi terhadap potensi kecelakaan dan percepatan kerusakan infrastruktur.
Safrudin mengatakan perlu adanya dialog dan upaya hukum untuk mempercepat Zero Odor agar tidak terjadi keterlambatan pelanggaran.
“Saat ini perlu segera dilakukan kampanye zero Odol, antara lain melibatkan pengguna jalan, pemukim di sekitar jalan raya, dan aktivitas komersial yang terkena dampak pelanggaran Odol,” ujarnya.
Sementara itu, Hening Parlan dari PP Aisyiyah dari Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) menambahkan, pemerintah harus tegas menyelesaikan masalah truk Odol agar tidak menunda lagi target nol Odol pada Januari 2023. Ada kebutuhan mendesak untuk mendidik pengusaha, termasuk pemilik armada dan pemilik bisnis.
“Pertanyaan yang menarik adalah apakah masyarakat yang terkena dampak langsung membiarkan truk Odol melewati wilayah mereka? Pernahkah mereka ditanya tentang dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh truk Odol? Jika mereka keberatan, mereka berhak mengajukan gugatan, terutama berdasarkan atas kerugian Dengan angka Rp 43 triliun truk sudah tidak ada kompromi lagi. Odol perpanjang masa operasinya,” jelasnya.
Baca juga : Cegah Insiden Di Jalan Raya, Korlantas Polri Sediakan Timbangan Portabel Pengukur Muatan Kendaraan
[DP]
Sumber : Merdeka.com