ForumDaerah.com – Ada berbagai cara untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai, salah satunya melalui narasi puisi yang ditembangkan atau disenandungkan.
Metode ini dipilih oleh para penyair yang tinggal di Tegal. Penyair M. Enthieh Mudakir dan Begawan Tegalan, misalnya, menyampaikan puisi mereka dengan senandung. Senandung ini berarti puisi mereka diubah menjadi lagu.
“Pilihan kami untuk mengubah puisi menjadi senandung dimaksudkan agar narasi yang dituangkan melalui puisi dapat lebih dipahami dengan jelas makna di balik kata-kata yang ada,” kata Enthieh yang telah puluhan tahun mengabdi sebagai penyair.
Beberapa puisi religiusnya saat ini telah diubah menjadi senandung, di antaranya puisi berjudul “Waktu Pun,” “Dalam Peranan,” “Akulah Penyair Yang Tidak Pernah Tidur,” “Aku Cairkan Isi,” dan lainnya.
Aku
Cairkan sepi
Sepi
Mencairkan puisi
Gelak tawa ini
Mengganti pagi
Merayakan pesta ku
Yang kemarin suram
Sepi yang maha murah hati
Mengisahkan inti
Tafsir mimpi semalam
Terbang dalam angan-angan
Contoh puisi yang telah digubah menjadi senandung, seperti “Aku Cairkan Isi,” diambil dari antologi berjudul Situs Kata.
Oleh Enthieh, puisi ini dikemas dalam genre musik akustik. Nada-nada yang dibangun terdengar anggun, berkelas, dan nuansa transendentalnya begitu kental. Hal yang sama terasa pada sajak-sajak lainnya. Ia mengaku bahwa perubahan dari teks puisi menjadi lagu berangkat dari gagasan yang datang dari Begawan Tegal.
“Loncatan dari puisi menjadi senandung, saya dapatkan ilmu dari novelis yang juga penulis puisi Tegalan yakni Begawan Tegal. Dari dia, saya memulai menyenandungkan bait-bait puisi saya,” tuturnya.
Menurutnya, beberapa puisi karya Begawan Tegal yang sudah digubah menjadi senandung sudah membentuk satu album. Karya senandung ini bisa diunduh melalui YouTube. Beberapa judul puisi yang telah disenandungkan termasuk “Babad Markonah,” “Pesona Markonah,” “Mardiyah Kemerlob Lintang Mencorong,” “Kluwung,” “Predator Jawa,” “Hikayat Airmata,” dan lainnya. Berikut adalah salah satu teks puisi yang telah disenandungkan:
Kaé sawang mbak tralap bayangan
Gumantung keluwung ning langit
mlengkung mirip sikil mentang
Pitung warna nunjem kulung ati
ana mbanglor uga mbangkidul
saka nduwur temurun napaki anda
Kaé sawang widadari
jumlahé pitu ngémpéri bumi
adus nang telaga biru wuda bral
raga membayang ning dasar banyu
Telaga biru kahanan wingit
nyamut-nyamut kridongan kabut
setangkep mripat ngintip terpana
mandeng Widadari wuda bral
(Mandeng widadari wuda bral)
Puisi yang disenandungkan di atas itu berjudul “Kluwung” karya Begawan Tegal. Menurut Enthieh, tembung Kluwung artinya Pelangi. Puisi itu berkisah tentang 7 bidadari yang tengah mandi di sebuah telaga tanpa sehelai benang. Seorang lelaki mengintip dari kejauhan. Agaknya syair tersebut mengisahkan legenda Joko Tarub.
Baca Juga : Memahami dan Mengatasi Bullying di Daerah Terpencil: Langkah-Langkah Penting dan Dampaknya
Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari ForumDaerah.com. Untuk kerjasama lainya bisa kontak email tau sosial media kami lainnya.