Jawa Barat – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terlibat perdebatan dengan seorang remaja lulusan SMAN 1 Cikarang Utara yang juga menjadi korban penggusuran rumah di bantaran kali. Perdebatan itu dipicu oleh kebijakan pelarangan penyelenggaraan wisuda di sekolah.
Remaja tersebut mengkritik larangan tersebut, karena dinilai menghilangkan momen perpisahan yang berkesan sebelum kelulusan.
“Saya merasa, setelah lulus, kalau tidak ada perpisahan, kami tidak bisa merasakan kebersamaan atau interaksi dengan teman-teman, Pak,” kata remaja itu dalam kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel, dikutip Senin (28/4).
Menanggapi hal tersebut, Dedi menjelaskan bahwa kenangan masa sekolah tidak hanya terwujud dalam acara perpisahan, melainkan dalam perjalanan belajar selama tiga tahun di SMP dan SMA. Ia juga menegaskan bahwa penyelenggaraan wisuda sering kali membebani orang tua dengan biaya tambahan, padahal pemerintah telah menggratiskan biaya pendidikan.
Dalam perdebatan itu, Dedi mengkritik remaja tersebut yang berasal dari keluarga kurang mampu, namun tetap meminta diadakannya acara wisuda.
“Rumah saja tidak punya, tapi mau bayar biaya perpisahan, bagaimana cara berbicaranya. Seharusnya kritik itu diarahkan ke gubernur karena membebani rakyat dengan iuran sekolah, bukan meminta perpisahan,” tegas Dedi.
Remaja tersebut kemudian menjelaskan bahwa ia tidak bermaksud mengkritik, melainkan menyampaikan aspirasi atas ketidakadilan yang dirasakan, mengingat adiknya tidak dapat merasakan momen wisuda.
“Bukan mengkritik, Pak. Menurut saya, perlakuan seperti itu tidak adil,” ujar remaja itu.
Menanggapi hal tersebut, Dedi mempersilakan jika para siswa ingin mengadakan acara perpisahan, dengan syarat kegiatan tersebut dilakukan secara mandiri tanpa melibatkan pihak sekolah. Ia menekankan, pelibatan sekolah dalam acara seperti wisuda rentan menimbulkan tudingan mencari keuntungan.
Lebih lanjut, Dedi mengingatkan bahwa siswa harus bertanggung jawab penuh atas segala risiko yang mungkin terjadi apabila mengadakan acara secara mandiri.
“Kamu buat saja sendiri. Jadi ketua panitia, bikin acara perpisahan, tidak melibatkan sekolah. Kalau besok bus terguling, tanggung jawab sendiri,” kata Dedi.
“Kalau nanti ada yang mabuk-mabukan atau terjadi tawuran, tanggung jawab sendiri. Jangan bawa nama institusi. Karena bagi saya, di Jawa Barat, biaya pendidikan harus murah dan tidak boleh membebani orang tua,” imbuhnya.
Baca Juga :Â KPK Ungkap Keterkaitan Ridwan Kamil dalam Kasus Dugaan Korupsi Bank BJB