Program vaksinasi Virus Corona (Covid-19) yang telah berjalan hampir lima bulan memperlihatkan realisasi capaian yang beberapa kali tak sesuai target. Kalau 1 juta dosis vaksin perhari saja tak konsisten, bagaimana kalau mau 2 juta per hari?
Jakarta – (08/08/2021). Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menargetkan program vaksinasi harus rampung dalam 12 bulan. Itu artinya, pada Desember 2021 atau awal Januari 2022, program vaksinasi nasional seharusnya sudah rampung. Mulanya, 181.554.465 warga Indonesia menjadi sasaran vaksinasi ini yang dibagi dalam tiga golongan besar. Pertama, 1,4 juta tenaga kesehatan. Tahap kedua, secara paralel menyasar sebanyak 21,5 juta lansia dan 17,3 petugas pelayanan publik. Tahap ketiga, masyarakat rentan dan umum sebanyak 141,3 juta. Dengan ketentuan setiap orang harus menerima dua suntikan dosis vaksin Covid-19, maka pemerintah setidaknya membutuhkan 363 juta dosis vaksin. Saat ini Indonesia baru kedatangan tiga merek vaksin, yakni Sinovac dan AstraZeneca untuk vaksinasi nasional. Sementara Sinopharm untuk vaksin gotong royong, di luar hitungan 181,5 juta penduduk
Juru Bicara Vaksin COVID-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmidzi menyebut, saat ini Indonesia sudah memiliki puluhan juta vaksin jadi. Apabila dilihat dari jadwal kedatangan vaksin Sinovac dan AstraZeneca yang sudah tiba di Indonesia selama 14 kali kedatangan, tercatat sudah ada sekitar 92,2 juta dosis baik dalam bentuk jadi maupun bulk (mentah). Namun sebagaimana diketahui, jumlah vaksin bulk masih perlu pengolahan oleh PT Bio Farma sehingga jumlah output-nya yang merupakan vaksin jadi berbeda jumlahnya. “Sekarang ada 65,7 juta vaksin jadi, dimana 30 juta sudah didistribusikan saat ini,” kata Nadia.
Realisasi Agustus 2021
Realisasi vaksinasi Covid-19 sepekan pertama Agustus ini masih belum sesuai dengan target Presiden Joko Widodo. Sejak 1 hingga 6 Agustus ini, capaian vaksinasi Covid-19 masih berada di bawah target 2 juta dosis sehari. Berdasarkan laporan harian Satgas Covid-19, capaian vaksinasi Covid-19 terbanyak sepekan terakhir adalah pada hari Jumat (6/8) dengan total 1.238.380 dosis disuntikkan. Sementara di hari lainnya capaian vaksinasi Covid-19 berada di bawah 1 juta dosis, jauh dari target Jokowi. Rinciannya, pada 1 Agustus capaian vaksinasi hanya 389.910 dosis, lalu 2 Agustus 469.661 dosis, pada 3 Agustus naik menjadi 922.208 dosis, 4 Agustus 907.515 dosis, dan kembali turun pada 5 Agustus 593.871 dosis. Jika sesuai target Jokowi, semestinya total vaksinasi Covid-19 sepekan pertama Agustus kurang lebih 12 juta dosis telah disuntikkan. Namun berdasarkan data Satgas Covid-19, baru 4.521.545 dosis digunakan dalam enam hari terakhir. Angka ini bahkan tidak mencapai setengah dari target vaksinasi Covid-19 yang dititahkan Jokowi.
Di samping itu, data Kementerian Kesehatan per 3 Agustus juga melaporkan baru Provinsi DKI Jakarta dan Bali yang mencatat cakupan vaksinasi Covid-19 dosis pertama mencapai 90 persen dari target vaksinasi di daerah. Provinsi lain dengan cakupan vaksinasi dosis pertama di atas 50 persen dari target daerah yakni Kepulauan Riau dengan 65,59 persen. Sementara daerah lainnya masih mencatat cakupan vaksinasi yang rendah. Data tersebut menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi Covid-19 di daerah masih rendah, bahkan belum mencapai setengah dari target sasaran vaksin Covid-19 di tiap-tiap daerah. Presiden Jokowi sebelumnya menargetkan vaksinasi Covid-19 sebanyak 2 juta dosis sehari mulai Agustus ini. Jokowi bahkan menargetkan vaksinasi hingga 5 juta dosis sehari jika vaksin tersedia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga optimistis target Jokowi untuk melakukan suntik vaksin Covid-19 sebanyak 2 juta dosis sehari bisa tercapai mulai Agustus ini. Keyakinan itu didukung dengan kedatangan 13 juta dosis vaksin Covid-19 pada awal Agustus. Vaksin Covid-19 tersebut juga telah didistribusikan ke daerah-daerah. “Jadi insyaallah target 2 juta dosis vaksin sehari itu bisa tercapai. Kemarin kita kirim minggu lalu itu ada 13 juta dosis vaksin didistribusikan ke seluruh daerah, kekurangan vaksin itu hanya di akhir Juli saja,” kata Budi.
Optimistis Vs Realistis
Optimisme Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin boleh saja mengemuka, namun melihat perkembangan dan angka capaian vaksinasi di Indonesia sejak Juni 2021 tampknya harus lebih realistis. Capaian vaksinasi di Indonesia per Kamis (10/6) Pukul 18.00 WIB tercatat sebanyak 19.440.524 orang telah menerima suntikan dosis vaksin virus corona. Sementara 11.503.947 orang telah rampung menerima dua dosis suntikan vaksin Covid-19 di Indonesia. Itu artinya, target vaksinasi pemerintah baru menyentuh 10,7 persen dari sasaran vaksinasi yang menerima suntikan dosis pertama. Sedangkan suntikan dosis kedua baru berada di angka 6,3 persen. Terkini, Nadia menyebut pemerintah masih optimis vaksinasi rampung dalam 12 bulan, tapi menurutnya tidak untuk dua dosis lengkap. “Sementara ini target masih [12 bulan], setidaknya 90 persen sudah menerima vaksinasi dosis pertama,” ujar Nadia.
Nadia mengaku optimistis target itu dapat tercapai lantaran Indonesia sudah memiliki komitmen kedatangan vaksin sesuai dengan jumlah sasaran. Meski sempat macet pada April lalu imbas embargo India, Nadia menyebut pada semester II ini jumlah stok vaksin Indonesia mulai banyak berdatangan. Semula Presiden mendorong percepatan vaksinasi Covid-19 dengan menargetkan 700 ribu penyuntikan per hari mulai Juni dan 1 juta per hari mulai Juli. Namun target 1 juta per hari itu molor dari perkiraan awal yang seharusnya mulai dilakukan Juni.
Indonesia pada Juni 2021 lalu kedatangan sejumlah vaksin. Namun pemerintah belum merinci, apakah kedatangan vaksin ini merupakan Sinovac, AstraZeneca, atau Sinopharm. Pemerintah untuk sementara ini menetapkan empat merek vaksin, yakni vaksin Sinovac, AstraZeneca, Pfizer dan Novavax akan dipakai dalam program vaksinasi nasional. Sementara untuk vaksin Gotong Royong sejauh ini wacana merek vaksin yang akan dipakai Sinopharm, CanSino, Sputnik V, dan Anhui Zhifei Longcom. Sementara itu, Kemenkes masih menunggu hasil uji klinis III dari produsen vaksin Sinovac Biotech Ltd di China terkait pemberian dosis ketiga vaksin. “Belum ada ketentuan itu. Kita tunggu selesai uji klinis tahap ketiganya di China,” kata Nadia. “Kita konsentrasi dulu percepatan suntikan dua dosis, yang jelas sesuai uji klinis mencapai 181,5 juta,” kata dia. Pimpinan Sinovac Biotech Ltd. Yin Weidong pada 5 Juni 2021 sebelumnya mengatakan pihaknya baru saja merampungkan uji klinis fase kedua, dengan memberikan suntikan dosis ketiga yang dilakukan dalam tiga hingga enam bulan pasca mendapat dua dosis suntikan.
‘Serbuan Vaksinasi’ TNI-Polri
Sementara itu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meninjau kegiatan vaksinasi massal di sejumlah daerah. Dari Bandung, misalnya, kegiatan itu diikuti oleh 7.010 masyarakat se-Bandung raya.Kapolri menekankan masyarakat yang sudah melalui proses vaksin harus tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes) dalam kehidupan sehari-hari. “Selanjutnya, bagi masyarakat yang telah melaksanakan vaksin maupun yang masih dalam proses, saya mengingatkan tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan,” kata Sigit dalam keterangan tertulis.
Selain itu, keduanya meninjau penanganan Covid-19 ke Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, salah satu daerah yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 pasca-Lebaran. “Pos PPKM Mikro memiliki peran yang sangat penting dalam menekan laju perkembangan Covid-19. Perkuat kembali fungsi pos PPKM Mikro terutama dalam upaya 5M dan 3T,” kata Sigit.Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 Jatim, jumlah kasus kumulatif positif Covid-19 di Lamongan mencapai 2.904 kasus. Sebanyak 2.675 dinyatakan sembuh, 176 meninggal dunia dan 53 lainnya merupakan kasus aktif atau masih dirawat. Sebelum mengunjungi Lamongan Panglima TNI dan Kapolri bersama Kepala BNBP Letjen Garnip Warsito juga meninjau penanganan Covid-19 di Kediri, Jatim.
Apresiasi Presiden
Program serbuan Vaksin oleh Polri dan TNI mendapatkan apresiasi dari Presiden Jokwi. “Saya ingin menyampaikan apresiasi, menyampaikan penghargaan yang tinggi atas capaian 1,3 juta vaksinasi pada Sabtu, 26 Juni 2021 yang lalu, sehingga lebih cepat dari target satu juta vaksinasi per hari yang ditetapkan mulai Juli 2021.” Demikian pernyataan Presiden Joko Widodo pada Senin, 28 Juni 2021 ketika mendengar target vaksinasi yang digagasnya mencapai target. Hal ini mungkin merupakan penantian Jokowi sejak 4 Maret 2021. Maklum, angka 1 juta baru kali itu disentuh sejak ia menyampaikan rencana dan target vaksinasi di Indonesia. “Target vaksinasi kita dari Januari-Juni ini 40 juta orang. Kita targetkan 1 juta orang vaksinasi setiap hari, agar pelaksanaan vaksinasi berjalan selesai tepat waktu, sesuai target yang ditentukan,” kata Jokowi.
Jokowi lantas mengatakan target tersebut terpenuhi berkat aksi gotong royong semua pihak, terutama Kementerian Kesehatan, TNI-Polri, pemerintah daerah, BUMN, dan pihak swasta yang turut membantu. Ia pun mengapresiasi masyarakat yang ikut serta sehingga target 1 juta vaksinasi tercapai. Tak berhenti di situ, mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun langsung memasang target 2 juta vaksinasi COVID-19 agar Indonesia cepat mencapai herd immunity. Harapannya: terbebas dari pandemi Corona yang melanda negeri ini sejak awal Maret 2020. “Saya mengingatkan bahwa seluruh pihak tetap harus bekerja keras agar target satu juta per hari vaksinasi terjaga sampai akhir Juli dan dapat kita tingkatkan dua kali lipat pada Agustus 2021 yaitu mencapai 2 juta dosis per hari,” kata Jokowi.
Tembus 2 Juta Dosis perHari?
Jokowi boleh saja senang. Setelah mengerahkan TNI-Polri, seluruh tenaga kesehatan dan berbagai pihak lain, Indonesia berhasil menggunakan 1 juta dosis vaksin dan mampu memvaksin tahap pertama pada 26 Juni 2021. Namun Jokowi harus menunggu 114 hari untuk mencapai target vaksinasi 1 juta orang. Apabila mengacu data Satgas COVID per 1 Juli 2021, pemerintah hanya satu kali berhasil memvaksin hingga 1 juta orang, khusus penerima dosis pertama. Di luar itu, tidak lagi menyentuh angka tersebut. Angka vaksinasi tembus paling tinggi penambahan 974.368 orang per 1 Juli 2021 dan bisa tembus 1 juta dosis karena ada 135.761 orang menjalani vaksinasi tahap dua. Per 2 Juli 2021, vaksinasi pertama dan kedua tidak sampai 1 juta dengan angka vaksinasi pertama 707.429, sementara vaksinasi kedua 145.950.
Terakhir, per 4 Juli 2021, vaksinasi justru melorot menjadi 490.505 orang yang divaksinasi pertama dan 56.832 divaksinasi kedua atau ditotal tidak sampai 550 ribu dosis. Namun Jokowi sekarang pasang target 2 juta dosis dan harus terpenuhi pada Agustus 2021. Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Bayu Satria Wiratama mengaku bisa saja target Jokowi terealisasikan. Namun semua tersebut harus mengerahkan semua pihak dengan penerapan penanganan yang benar.
“Sebenarnya bisa untuk nembus 1-2 juta per hari asal melibatkan banyak pihak juga seperti TNI, Polri serta memastikan standar vaksinasi seragam antar-daerah,” kata Bayu. Selain kontrol dan pelibatan banyak pihak, faktor lain yang harus diatensi adalah soal informasi. Menurut Bayu, pemerintah perlu melakukan kontrol terhadap informasi hoaks terkait vaksin agar masyarakat mau divaksin. Faktor tersebut dipersulit dengan stok vaksin yang terbatas dan sistem vaksinasi yang bermasalah. “Selain supply yang kurang juga masyarakat masih cukup banyak yang ragu dengan vaksinasi dan sistem vaksinasinya yang belum seragam di setiap daerah dan kemauan pemda juga belum seragam,” kata Bayu. Di sini Bayu pun mendorong agar pemerintah mengambil langkah menekan hoaks dan mempererat kerja sama jika ingin vaksinasi tembus 2 juta dosis seperti yang diinginkan Jokowi.
Harus Konsisten
Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamany mengatakan, pemerintah harus konsisten dalam pelaksanaan vaksinasi. Ia menegaskan, Indonesia belum mencapai herd immunity 70 persen, sementara proses vaksinasi sejak program berjalan tidak kunjung mencapai target. “Ini harus konsisten. Jangan cuma sehari dua hari, tapi setelah itu gak satu juta lagi. Ini kan gak akan mencapai target. Intinya kan mau mengejar target. Ini 20 persen dari populasi kan belum,” kata Laura.
Laura mengingatkan, target herd immunity adalah 70 persen dari total populasi, sementara proses vaksinasi sangat lambat. Jika mengacu hitung-hitungan sebelum 1 juta, maka Indonesia baru mencapai kekebalan komunal dengan vaksinasi dalam kurun waktu 5 tahun. Laura mengatakan, permasalahan vaksinasi tidak hanya pada konsistensi. Ia mengingatkan ada masalah lain seperti ketersediaan vaksin di masyarakat. Kemudian faktor lain adalah masalah kepercayaan publik yang masih tidak percaya vaksinasi atau kehadiran COVID. Hal ini menjadi tantangan jika pemerintah ingin mengejar target vaksinasi. Selain itu, Laura juga menyoalkan gagasan pemerintah yang membangun konsep vaksinasi massal terpusat. Ia mengakui pelibatan TNI-Polri penting dalam menjaga ketertiban vaksinasi. Akan tetapi, ia mengingatkan vaksinasi terpusat memicu kerumunan saat publik vaksin dan bisa saja berpotensi jadi klaster.
“Melibatkan TNI-Polri, kan, sekalian juga masalah ketertiban masyarakat. Kalau menurut saya sih ya kenapa nggak dipusatkan misal di kabupaten, di pendopo atau di stadion. Itu kan mengumpulkan banyak massa, kenapa gak di banyak titik?” kata Laura. Mengenai target, Epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai, persoalan vaksinasi tidak sebatas pelaksanaan vaksinasi berbasis target. Ia justru menyoal pada hal paling esensial, yakni ketersediaan vaksin sendiri.
“Persoalan vaksinasi itu bukan sekadar target sebenarnya, tapi ketersediaan vaksinnya ada atau gak karena dari apa yang datang dari luar masih harus diproses lagi di Biofarma, gak bisa langsung siap pakai,” kata Masdalina. Masdalina mengingatkan, vaksin yang hadir di Indonesia masih berbentuk bulk atau mirip adonan. Pemerintah lewat Biofarma harus mengolah, mengemas dan mendistribusikan sendiri. Proses tersebut memerlukan waktu yang tidak sedikit dengan anggaran yang besar. Masdalina menambahkan, vaksin yang digunakan untuk menyuntik ke masyarakat tidak sebatas satu kali. Ia mencontohkan, negara punya stok vaksin sebanyak 30 juta dosis. Jika satu orang divaksin dengan dua dosis, maka hanya ada 15 juta dosis. Apabila memakai target Jokowi 2 juta per hari dengan kalkulasi vaksinasi pertama 1 juta dan vaksinasi kedua 1 juta, maka vaksin habis dalam kurun waktu 2 minggu.
Oleh karena itu, Masdalina menekankan pentingnya jumlah dan ketersediaan vaksin jika mengejar target dua juta. Selain itu, perlu konsistensi agar pelaksanaan vaksinasi tetap berjalan di tengah keinginan publik untuk divaksin. “Sekarang kan besar animo masyarakat untuk divaksin, jangan sampai mumentum ini hilang,” kata dia. Akan tetapi, Masdalina meminta pemerintah saat ini tidak terlalu fokus pada vaksinasi. Ia mengingatkan, kondisi lapangan di sektor kesehatan masih kewalahan akibat lonjakan kasus signifikan. Masdalina melihat fokus pengendalian tracing, testing, dan treatment mulai ditinggalkan pemerintah. Ia memahami pemerintah sudah berusaha menekan lonjakan kasus lewat penerapan PPKM darurat, tetapi hal yang harus diperhatikan adalah potensi lonjakan kasus selama masa diam di rumah. Ia khawatir tes akan turun karena warga berada di rumah dan warga akan datang ke faskes ketika sudah menderita COVID dengan gejala berat. “Ini euforia vaksin yang kita bahas, tapi lupa mengendalikan. Oke lah ada PPKM darurat walaupun saya nggak tahu masyarakat itu cukup interest dengan itu, tapi terlalu banyak istilah,” kata Masdalina.
Masih berat
Melihat inkonsistensi jumlah vaksinasi per hari, ketersediaan stok dan lain-lain, agaknya kita harus realistis melihat bahwa target 2 juta vaksinasi per hari masih akan sulit tercapai. Betatapun Polri dan TNI bekerja keras melakukan serbuan vaksin di berbagai daerah, kalau ketersediaan stok vaksin masih terbatas, dapat diduga bahwa target itu akan sulit tercapai. Banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian target vaksinasi ini. Sampai di sini, agaknya pemerintah harus mulai mengevaluasi strategi dan membuat rencana darurat bila target tercapai.
Skenario apa saja yang akan ditetapkan pemerintah ? Masalah kesehatan dan keselamatan warga bukan hanya urusan kebijakan politik. Namun aspek kesehatan dan pandangan para ahli yang mumpuni juga harus diperhatikan dan dipertimbangkan dengan cermat. Masih banyak ahli dan pihak yang bisa membantu pemerintah dan bangsa Indonesia untuk keluar dari pandemi ini. Kuncinya kembali kepada pimpinan negara dan aparat konsisten melaksakan kebijakan yang sudah ditetapkan agar berjalan dengan baik di lapangan. (Saf).
Baca juga : Akselerasi Vaksinasi di Aceh, Panglima TNI dan Polri Minta Aparat Sinergi dengan Tokoh Masyarakat