forumdaerah.com – Kemajuan suatu negara salah satunya dapat direfleksikan dari kualitas kebijakan publik yang diproduksi. Namun pada kenyataannya kebijakan publik yang dihasilkan di Indonesia masih belum didukung dengan data dan bukti faktual (Evidence Based Policy) yang memadai.
Padahal pentingnya penggunaan data yang lengkap dalam proses perumusan kebijakan dapat menghasilkan kebijakan publik yang berkualitas dan berdampak positif bagi publik.
Kebijakan yang berbasis data faktual tentunya akan bersinggungan dengan tiga informasi.
Pertama
Fakta yang memuat data dan informasi yang dapat teruji kebenarannya secara obyektif.
Kedua
Interpretasi, yang merupakan penafsiran seseorang atas fakta tertentu yang mungkin bersifat obyektif namun masih perlu di dalami secara detail dikarenakan kemungkinan masih banyak unsur subyektifnya.
Ketiga
Opini yang merupakan pendapat atau ekspresi seseorang atas suatu masalah.
Namun pembuat keputusan perlu cermat dalam menggunakan opini dikarenakan sifatnya masih subyektif.
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mengatakan Kemendagri terus mendorong agar pemerintah daerah membuat kebijakan berbasis pada riset.
Dinamika pemerintahan terus berkembang, pemerintah semakin menyadari bahwa riset itu dibutuhkan untuk pengambilan keputusan yang semakin valid.
Suhajar Diantoro mencontohkan bagaimana cara kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam melakukan perencanaan pembangunan hunian untuk masyarakat dengan kategori kemiskinan ekstrem.
Menurutnya, untuk dapat melahirkan keputusan yang tepat guna dan tepat sasaran, maka Bappeda harus melakukan riset sederhana dengan bersandar pada indikator kemiskinan ekstrem.
Di era digitalisasi saat ini pengumpulan data tersier dapat dikembangkan dalam perumusan kebijakan, menggunakan tool-tools web crawling.
Baca juga: Kemendagri Tekankan Peran DPM-PTSP Dalam Penyelenggaraan Izin Usaha di Daerah