TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perkumpulan mubalig muda, Jaringan Mubaligh Muda Indonesia (JAMMI) mengapresiasi upaya tokoh agama Papua atas upaya menjaga kerukunan umat beragama di Papua dalam merespon kejadian bom bunuh di Makasar, Minggu (28/3/2021) pagi.
“JAMMI sangat mengapresiasi tokoh lintas agama Papua yang mengambil langkah sigap merangkul semua elemen Papua untuk menjaga kerukunan umat beragama di Papua,” kata Koordinator Nasional JAMMI, Irfaan Sanoesi, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/4/2021).
Sebelumnya, tokoh lintas agama Papua mengutuk keras aksi bom bunuh diri yang terjadi di Makasar.
Pernyataan sikap ini diprakarsai tokoh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh Gereja Katolik Papua, drg Aloisius Giyai didampingi Ketua MUI Papua KH Syaiful Islam Alpayage, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Papua Dr H Mansur.
Kemudian Ketua Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Papua H Syaifullah, Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Papua Lukman Nurdiansyah, Ketua Dewan Penasehat Kota Jayapura Rusdianto dan Irji Matdoan.
JAMMI juga memuji imbauan tokoh Katolik Aloisius Giyai yang meminta agar umat beragama di Indonesia, khsususnya di Papua tidak terprovokasi oleh narasi-narasi yang berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang mengadu domba.
JAMMI menilai peran tokoh lintas agama diperlukan guna mengeratkan persaudaraan dan menjaga keutuhan bangsa.
Sikap tokoh lintas Papua tersebut, menurut JAMMI bisa menjadi contoh bagi umat beragama di seluruh daerah di Indonesia agar mengikuti langkah yang sama.
Tujuannya adalah mengecam keras aksi teror dan ekstrem dan mempersempit ruang gerak para teroris di Indonesia.
“Tak ada ruang bagi ideologi terorisme dan ektremisme di Indonesia. Kita harus persempit ruang gerak mereka. Kita deklarasikan bahwa Indonesia adalah negara damai (darus salam) dan menjaga kerukunan bangsa Indonesia adalah sebuah kewajiban bagi setiap individu,” kara Irfaan.
Menurutnya Indonesia sudah ditakdirkan menjadi negeri yang majemuk yang harus disikapi secara bijak. Aksi bom bunuh diri di Makasar maupun di tempat lainnya bukanlah merupakan ajaran agama.
“Agama mengajarkan cinta dan kasih sayang. Sebab itu, kekerasan bukanlah berasal dari ajaran agama. Seumpama pelaku itu mengaku seorang muslim dan menganggap apa yang dia lakukan adalah sebuah bentuk jihad, maka dia salah berguru di pengajian. Makna jihad tidak sedangkal itu,” jelas Irfaan.
Dia menerangkan, inti dari ajaran Islam adalah cinta.
Karena itu dalam Islam menurutnya, tidak mudah menyalahkan apalagi mengafirkan kelompok yang berbeda.
Saling tenggang rasa dan menghormati adalah kunci dalam mengelola perbedaan.
“Mengelola perbedaan dengan sikap tenggang rasa dan saling menghormati. Bagaimana mungkin orang di luar Islam akan tertarik masuk Islam jika citra yang dibangun dalam bentuk kekerasan. Dengan demikian menjaga citra Islam adalah bagian dari maqashid syariah agar orang tertarik pada ajaran Islam,” ujar Irfaan.
Dia mengungkapkan, aksi bom bunuh diri sangat mencederai nilai-nilai kemanusiaan. JAMMI meminta agar polisi, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengusut tunas akar, aktor intelektual, jaringan, bahkan sumber pendanaan kelompok terorisme.
“Dengan rendah hati kami meminta para kiai, ulama, habaib dan tokoh lintas agama agar mengeratkan kembali tenun kebangsaan yang mulai terkoyak oleh aksi biadab ini,” tutur Irfaan.
“Begitu juga pihak yang berwenang yang melakukan turun ke bawah menemui tokoh lintas agama patut dicontoh dan diapresiasi oleh semua pihak,” pungkasn